TEMPO.CO, Jakarta - Naiknya harga saham di bursa domestik serta terdepresiasinya dolar terhadap mata uang utama dunia mampu memicu penguatan rupiah. Menguatnya mata uang tunggal Uni Eropa membuat supremasi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah juga mengendur. Walhasil, rupiah berhasil menguat kembali di bawah level 9.100 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah di transaksi pasar uang hari ini, Selasa, 28 Februari 2012, berhasil menguat 41 poin (0,45 persen) ke level 9.128 per dolar AS. Sempat terapresiasi hingga ke 9.060, namun rupiah kembali berbalik melemah lagi di atas level 9.100 per dolar AS.
Kepala Riset Treasury Bank BNI Nurul Eti Nurbaeti mengungkapkan konsistensi Bank Indonesia yang selalu hadir di pasar mampu menjaga pergerakan rupiah agar tidak melemah terlalu jauh. ”Ini yang membuat rupiah berhasil menguat kali ini,” ucapnya.
Wacana pemerintah akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi menjadi ganjalan bagi rupiah. Sebab, dengan naiknya harga BBM, maka akan memicu inflasi. Saat ini suku bunga BI rate di level 5,75 persen, sedangkan inflasi 3,65 persen. Dengan naiknya inflasi, maka selisih suku bunga riil rupiah juga akan tergerus, membuat imbal hasil rupiah menjadi kurang menarik.
Terdepresiasinya dolar AS terhadap mata uang utama dunia seharusnya bisa mendorong rupiah menguat. Namun masih tingginya kurs dolar AS di pasar non-deliverable forward (NDF) membuat apresiasi rupiah masih terganjal. Pada saat seperti ini, seberapa pun besarnya BI menggelontorkan cadangan devisanya akan sia-sia. “Karena permintaan dolar AS masih cukup tinggi,” kata Nurul.
VIVA B. KUSNANDAR