TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Ramadhan Pohan, menyatakan partainya tidak akan tebang pilih dalam penegakan hukum. Jika ada pengurus partai yang terlibat kasus hukum dan ditetapkan sebagai tersangka, maka yang bersangkutan akan segera diberhentikan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
"Siapapun yang ditetapkan tersangka, tanpa menyebutkan nama dan dari posisi apapun, harus nonaktif dan itu sudah otomatis,” ujar Ramadhan di gedung DPR, Rabu, 29 Februari 2012.
Menurut Ramadhan, sikap tegas partai ini sudah menjadi komitmen bersama seluruh pengurus partai. Hal itu telah ditetapkan di dalam AD/ART partai. Karenanya Ramadhan mempersilakan publik menagih janji partai jika ada anggota partai yang ditetapkan jadi tersangka. "Demokrat sangat konsisten untuk menonaktifkan siapa saja yang bersalah secara hukum," ujarnya.
Terhadap kader dan pengurus, Ramadhan melanjutkan, partai menyerahkan penyelesaian persoalan pelanggaran melalui dua mekanisme, yaitu mekanisme internal dan eksternal. Untuk mekanisme eksternal, partai sepenuhnya menyerahkan pada proses hukum melalui Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian RI. Adapun mekanisme internal aturan partai telah menyerahkan proses penyelidikan pada Komisi Pengawas yang bertanggung jawab pada Dewan Kehormatan. “Komwas pasti bekerja maksimal,” kata Ramadhan.
Terkait kasus hukum yang kini menyeret Anas, kata Ramadhan, partainya menyerahkan hal tersebut pada proses hukum. Demokrat juga tidak akan melakukan intervensi terhadap proses yang kini dilakukan KPK. Bahkan, Ketua Dewan Pembina Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, tegas menyatakan tidak akan membela kader yang bermasalah. "Dalam kasus korupsi, Pak SBY bilang (jika) ada kader yang melanggar tidak akan kita bela. K ader yang koruptor juga tidak akan kita bela," katanya.
Kemarin KPK menyatakan akan memeriksa Anas Urbaningrum dalam pengusutan proyek pembangunan Stadion dan Sekolah Olahraga di Bukit Hambalang, Sentul, Bogor, Jawa Barat. Pada proyek berbiaya Rp 1,2 triliun itu, KPK telah memeriksa beberapa orang, di antaranya pegawai di Kementerian Pemuda dan Olahraga, konsultan proyek, dan Badan Pertanahan Nasional Wilayah Jawa Barat. Terakhir, KPK kembali meminta keterangan dua orang pegawai Kementerian Pemuda dan Olahraga pada Senin kemarin, 27 Februari 2012.
Adalah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang membongkar keterlibatan Anas dalam proyek itu kepada penyidik KPK. Terdakwa suap Wisma Atlet Jakabaring, Pelembang ini di persidangan mengungkap aliran duit dari proyek Hambalang sebesar Rp 50 miliar ke Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010. Uang itu disebutnya untuk pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat.
Tiga anak buah Nazaruddin di Grup Permai, Yulianis, Mindo Rosalina Manulang, dan Oktarina, juga menguatkan adanya dugaan politik uang di Kongres Demokrat. Di dalam persidangan terungkap bahwa duit yang dibawa dari Grup Permai ke Kongres Demokrat berupa uang tunai sebesar Rp 30 miliar dan US$ 2 juta. Ada lagi sumbangan dari berbagai pengusaha yang jumlahnya miliaran rupiah.
Nazar juga menyebutkan Anas terlibat mengatur pengurusan tanah hambalang dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto. Anas dan Joyo Winoto sendiri sudah pernah membantah tuduhan tersebut.
IRA GUSLINA