TEMPO.CO, Bandung - Universitas Padjadjaran akan menghitung ulang biaya kuliah terkait dengan rencana kenaikan bahan bakar minyak pada 1 April mendatang. "Kami sekarang belum tahu naik (BBM-nya) berapa, nanti kami hitung," kata Rektor Universitas Padjadjaran Ganjar Kurnia, Kamis 1 Maret 2012.
Ketika harga BBM naik pada 2008 lalu Unpad menaikkan biaya kuliah. Namun, menurut Ganjar, kenaikan itu untuk menyesuaikan biaya kuliah yang selama lima tahun tak berubah. "Biasanya kami naikkan tiap lima tahun sekali," ujarnya.
Mahasiswa program S-1 yang lolos dari jalur SNMPTN tahun lalu, misalnya, diminta membayar uang masuk Rp 4 juta, sedangkan uang per semester Rp 2 juta. Sementara mahasiswa dari jalur khusus atau ujian mandiri Unpad dikenai uang masuk berbeda-beda tiap fakultas. Besarannya berkisar Rp 10 juta hingga Rp 175 juta. Biaya paling mahal ada di Fakultas Kedokteran.
Adapun ITB, menurut Rektor Akhmaloka, tidak menghitung ulang biaya kuliah terkait dengan rencana kenaikan BBM. “Kami belum berpikir sejauh itu,” katanya.
Begitu pula kampus swasta seperti Universitas Islam Bandung (Unisba). “Sampai setahun ke depan, kami belum akan menaikkan biaya pendidikan,” kata Rektor Unisba Thaufiq Boesoirie.
Thaufiq berharap dana pengalihan subsidi BBM untuk pendidikan nantinya bisa adil diberikan pemerintah untuk perguruan tinggi swasta di Indonesia. Selama ini, katanya, dana pendidikan dari APBN yang dikelola Kementerian Pendidikan Nasional sebagian besar untuk perguruan tinggi negeri. “Harusnya terbagi rata untuk 85 perguruan tinggi negeri dan lebih dari 3.000 kampus swasta,” ujar Thaufiq.
Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Indonesia menolak rencana kenaikan BBM. Ketua BEM se-Indonesia yang juga Ketua BEM Universitas Padjadjaran Muhammad Tanri Arrizasyifa mengatakan kenaikan BBM akan menarik harga-harga lain. Mahasiswa juga mengkhawatirkan kenaikan biaya kuliah. “Kami minta ke Rektor supaya biaya pendidikan tetap,” katanya, hari ini.
ANWAR SISWADI