TEMPO.CO, Jakarta - Kekecewaan investor terhadap pernyataan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed), Ben Bernanke, yang tidak memberikan sinyal program stimulus lanjutan membangkitkan kembali supremasi dolar terhadap mata uang utama dunia. Imbasnya, dolar AS juga kembali terapresiasi terhadap mata uang Asia, termasuk rupiah.
Nilai tukar rupiah di pasar uang hari ini, Kamis, 1 Maret 2012, ditutup melemah 79 poin (0,88 persen) menjadi 9.101 per dolar AS.
Pengamat pasar uang dari PT Pacific 2000, Abidan Saragih, mengungkapkan belum adanya indikasi kebijakan moneter pelonggaran kuantitatif (QE) dari bank sentral ditanggapi negatif oleh pasar. Alhasil para investor kembali memilih memegang dolar AS yang dianggap lebih aman saat ada ketidakpastian.
Dalam pernyataannya The Fed mengatakan, meski mengalami pertumbuhan, jalannya sangat moderat karena terimbas krisis Eropa. “Namun bank sentral belum mau mengucurkan program stimulus guna mendukung pertumbuhan. Ini yang direspons negatif oleh para investor,” kata Abidan.
Suku bunga yang masih dipertahankan di level terendahnya sebesar 0,25 persen serta membaiknya data ekonomi mungkin menjadi alasan The Fed belum mengeluarkan kebijakan stimulus. Sebab, masih menurut Abidan, dengan tumbuhnya perekonomian, meskipun moderat, di tengah rendahnya suku bunga akan memicu inflasi. Jadi kebijakan pelonggaran likuiditas akan sia-sia.
Indeks dolar AS terhadap enam mata uang rival utamanya kemarin menguat 0,494 poin (0,63 persen) ke level 78,794. Sedangkan sore ini hingga pukul 17.23 WIB terkoreksi tipis 0,049 poin (0,06 persen) ke 78,745.
Terapresiasinya dolar AS membuat tekanan terhadap rupiah juga meningkat. Maka, rupiah kembali melemah dan berada di atas level 9.100 per dolar AS.
VIVA B. KUSNANDAR