TEMPO.CO, Bandung - Seorang ibu, Herawati, 37, warga RT 06/RW01 Cigebar, Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, tega membunuh Andika, putranya yang masih berusia 4 tahun. Ia membenamkan sang bocah hingga tewas di Kali Ciateul, Kampung Cijagra, Bojongsoang, Jumat dini hari 2 Maret 2012.
Setelah si anak tewas, Hera lalu membunuh dirinya sendiri dengan cara memotong nadi pergelangan tangan kiri di kali yang sama. Hera meninggalkan surat wasiat.
"Dugaan sementara, si anak ditenggelamkan ibunya sendiri di dekat lokasi penemuan jasad ibunya. Setelah membunuh anak, lalu dia (Hera) bunuh diri dengan menyayat nadi," kata Kepala Kepolisian Sektor Bojongsoang Ajun Komisaris Sutarman di dekat rumah duka, Jumat siang tadi.
Berdasarkan surat wasiat yang ditinggalkan mendiang Hera, Sutarman menduga motif pembunuhan adalah kesulitan ekonomi dan kekerasan dalam rumah tangga. "Dia (Hera) terhimpit masalah utang. Selain itu dia kecewa karena sudah tak akur lagi dengan suaminya yang sering memukuli dirinya," katanya.
Jasad Hera pertama kali ditemukan warga di dekat jembatan Kali Ciateul, perbatasan Cigebar-Cijagra, sekitar pukul 10.00 WIB. Jasadnya terlentang searah aliran kali dengan kepala terbenam. Lalu, sekitar pukul 13.30, jasad Andika ditemukan di dekat hulu kali Ciateul di Sungai Citarum Lama.
Tak terlalu jauh dari lokasi penemuan Hera, jasad Andika ditemukan mengambang masih mengenakan kaos putih dan celana warna gelap yang penuh lumpur. Sutarman mengatakan jasad Andika ditemukan sekitar 50 meter arah hilir dari penemuan Hera saat polisi bersama warga melakukan pencarian dengan menyisir Ciateul. Setelah tewas dan terbenam, diduga jasad Andika dihanyutkan arus kali.
Jasad Hera ditemukan oleh Mumud, warga Cigebar RT 1/RW 20. Semula, kata dia, jasad itu dikira boneka yang memakai pakaian warna cokelat dengan kepala terbenam di kali berkedalaman sepaha itu. "Setelah saya dekati dan diangkat bagian kepalanya ternyata manusia. Pergelangan kirinya tersayat dan mengeluarkan darah," ujar pemilik warung di tepi kali tempat mayat korban terbujur itu.
Sigap Mumud melaporkan penemuannya ke polisi setempat. Tak lama setelah jasad diangkat dan menjadi tontonan warga, seorang ibu yang melintas di lokasi kejadian langsung mengenali jasad Hera. "Mayatnya lalu dibawa ke rumah orang tuanya di RW 1," kata pria berkacamata berumur 26 tahun itu.
Pantauan Tempo, jalan desa di depan dan sekitar rumah duka di RT 06/RW 01 Cijagra tampak dipenuhi warga setempat dan polisi tak berseragam. Suami mendiang Hera, Ade, sempat berteriak-teriak histeris. Begitu pun ayah Hera, Ucun, yang memanggil-manggil nama mendiang cucunya, Dika atau Andika.
Hera menulis surat wasiat dalam bahasa Sunda sebelum meninggalkan keluarga besarnya. Surat ditulis tangan dengan pena hitam di atas dua halaman kertas bergaris. Surat ditujukan kepada kedua orang tua yang dia hormati dan dibuka dengan kata 'Sareng (dengan) Hormat'.
Isi surat dibuka dengan ungkapan rasa sayang Hera kepada ibu dan bapak dalam bahasa Sunda. Selanjutnya, Hera mengeluh sakit hati karena dimarahi habis-habisan oleh anggota keluarga lain. Alasan sakit hati ini menjadi salah satu alasan dia memilih pergi dari rumah. Selain itu, ia mengeluh tak sanggup hidup dibebani banyak utang ditambah suami yang 'goreng adat' (berperangai buruk).
Di bagian akhir halaman pertama surat Hera menulis permohonan maaf kepada kedua orang tua yang dia panggil Amih (ibu) dan Apih (bapak). Di awal dan akhir halaman dua, Ia juga meminta permohonan maaf sekalian mendoakan tiga nama anaknya yang lain yang dipanggil mesra dengan nama Putri, Ita, dan Anti.
ERICK P. HARDI