TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim menolak eksepsi atau nota keberatan kuasa hukum terdakwa sejumlah kasus terorisme, Umar Patek alias Abdul Ghoni alias Abu Syeikh alias Umar Arab. Majelis hakim menilai eksepsi Umar Patek telah masuk ke dalam inti pokok perkara.
"Putusan sela majelis hakim, menolak eksepsi yang diajukan kuasa hukum," kata ketua majelis hakim, Lexsy Mamonto, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin, 5 Maret 2012.
Lexsy menyatakan, hakim meminta jaksa penuntut umum untuk melanjutkan proses sidang dengan menghadirkan sejumlah saksi. Selain itu, terkait dengan permohonan beban perkara, majelis hakim akan memutuskannya di akhir proses sidang bersama dengan vonis.
Jaksa penuntut umum mendakwa Umar Patek dengan enam dakwaan. Dia dinilai melanggar sejumlah pasal KUHP dan Undang-Undang Pemberantasan Terorisme.
Dakwaan pertama adalah dugaan memasukan senjata api dari Filipina ke Indonesia. Dakwaan kedua terkait dengan dugaan memberikan bantuan pada Dulmatim, Warsito, dan Sibgoh untuk melakukan uji coba tiga pucuk senjata M16.
Dakwaan ketiga, Umar Patek dengan sengaja dan terencana merampas nyawa orang lain, yaitu sebagai salah satu pelaku Bom Bali I yang mengakibatkan tewasnya 192 orang. Bom ini meledak di tiga lokasi, yaitu sebelah selatan kantor Konsulat Amerika Serikat, Denpasar; di dalam Paddy's Pub, dan di depan Sari Club, Denpasar, pada 12 Oktober 2002.
Dakwaan keempat dan kelima terkait dengan pemalsuan paspor atas nama Anis Alawi Jafar. Paspor tersebut digunakan untuk berangkat ke Lahore, Pakistan, bersama istrinya, Fatimah Zahra. Atas dakwaan ini, ia diancam pidana melanggar Pasal 266 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 butir 1 KUHP dan Pasal 266 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 butir 1 KUHP.
Keenam, JPU mendakwa Umar Patek sebagai aktor peledakan enam gereja pada 24 Desember 2000. Gereja yang diledakkan adalah Gereja Katedral Jakarta, Gereja Kanisius, Gereka Oikumene, Gereja Santo Yosep, Gereja Koinonia, dan Gereka Anglikan. Patek diancam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 juncto Pasal 55 ayat 1 butir 1 KUHP.
Umar Patek pun terancam hukuman penjara seumur hidup.
Kuasa hukum Umar Patek sendiri dalam persidangan sebelumnya menyampaikan, inti dari eksepsi yang diajukan adalah soal penerapan pasal-pasal yang dianggap keliru.
Salah satunya adalah penerapan Pasal 15 juncto Pasal 9 Perpu No 1 Tahun 2002 mengenai tindak pidana terorisme. Keberatan kuasa hukum karena peristiwa yang didakwakan adalah peristiwa sebelum Perpu tersebut menjadi undang-undang seperti peristiwa Bom Bali I tahun 2001 dan peristiwa Bom Natal tahun 2000.
Kuasa hukum berpendapat, pasal-pasal tersebut tidak sah dan jaksa memberlakukan pasal rektoaktif dalam perkara ini. Dalam Pasal 340 junto Pasal 55, jaksa tidak jelas dalam menjerat kliennya karena kliennya hanya diundang dan tidak tahu perencanaan sampai peledakan.
"Jika keberatan silakan disampaikan sebelum putusan di akhir persidangan ini," kata Lexsy.
Sebelumnya, Umar Patek dicokok oleh aparat keamanan Pakistan pada Maret 2011 di Abbotabad, Pakistan. Ia ditangkap di lokasi yang sama dengan terbunuhnya pimpinan Al-Qaidah, Usamah bin Ladin. Sejak ikut mengotaki Bom Bali pada 2002, Umar Patek belum tersentuh hukum.
Alumnus Akademi Militer Mujahidin angkatan 1991 dan lulus 1994 ini disebut sebagai salah satu buronan teroris berbahaya. Bahkan, pemerintah Amerika Serikat sampai menghargai kepalanya sebesar US$ 1 juta atau sekitar Rp 8,7 miliar. Patek kabur dari Indonesia pada 2003 dengan bantuan Abdullah Sonata. Ia juga sempat bergabung dengan Front Pembebasan Islam Moro di Filipina
"Persidangan akan dilanjutkan pada hari Kamis, 8 Maret 2012 dengan agenda pemeriksaan saksi dari jaksa," kata Lexsy.
FRANSISCO ROSARIANS