TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memutuskan untuk menghentikan rekruitmen guru honorer sebagai tenaga pengajar di sejumlah kabupaten atau kota di Indonesia. Penghentian ini diharapkan mulai dilaksanakan tahun ini sesuai Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Agama.
"Guru honorer tidak boleh menyalahkan siapa-siapa. Kami hanya ingin menata penempatan guru," kata Nuh dalam konferensi pers di gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Selasa, 6 Maret 2012.
Menurut Nuh, sebanyak 405 kabupaten atau kota menerima guru. Jumlahnya sudah berlebih sehingga pemerintah menghentikan rekruitmen. "Kalau terjadi kekurangan guru, pihaknya akan menambah guru sesuai dari tes kompetensinya," ujar dia.
Nuh menjelaskan, penyelesaian guru honorer harus dengan pedoman SKB lima menteri itu. "Kami tidak ingin adanya penumpukan guru honorer," ujarnya. Guru, kata Nuh, harus ditata penempatannya. "Persoalan guru itu ada pada kompetensi, institusi penempatan, dan kesejahteraan."
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang pendidikan Musliar Kasim mengatakan, guru harus direkrut secara benar. "Kalau mau jadi guru, mereka harus ikut tes reguler calon pegawai negeri sipil," katanya. Nantinya mereka itu akan mendidik anak bangsa. "Guru yang tidak berkualitas akan mendidik seperti apa anak didik kami."
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah memberikan informasi kepada seluruh dinas pendidikan daerah dan sekolah untuk tidak merekrut guru honorer baru. "Agar tidak menimbulkan persoalan yang sama di masa depan."
Untuk sekolah yang kekurangan guru, pemerintah masih memberikan toleransi merekrut guru honorer baru. "Dengan syarat calon guru honorer itu harus membuat surat pernyataan di atas materai bahwa sampai kapanpun dirinya tidak akan menuntut diangkat langsung menjadi CPNS," katanya.
AFRILIA SURYANIS