TEMPO.CO, Jakarta - Menguatnya sebagian mata uang Asia mampu dimanfaatkan rupiah untuk menguat kembali mendekati level 9.100 per dolar Amerika Serikat (AS). Di pasar uang hari ini, Rabu, 7 Maret 2012, nilai tukar rupiah berhasil menguat 71 poin (0,77 persen) ke level 9.118 per dolar AS.
Sedikit terapresiasinya euro dan mata uang utama dunia lain membuat superioritas dolar AS terhadap rupiah juga sedikit mereda. Hal ini yang membuat rupiah berhasil menguat meskipun bursa saham domestik kembali mengalami tekanan jual.
Pengamat pasar uang dari PT Monex Investindo Futures, Yohanes Ginting, mengatakan kemungkinan adanya intervensi dari Bank Indonesia (BI) untuk menjaga mata uangnya serta masuknya aliran dana ke pasar obligasi mampu mendorong penguatan rupiah. “Namun potensi pelemahan rupiah masih cukup kuat,” tuturnya.
Kekhawatiran di pasar finansial masih tetap tinggi. Kontraksi perekonomian Uni Eropa, kepastian pertukaran obligasi swap Yunani, serta perlambatan ekonomi Cina masih akan mendominasi pergerakan rupiah. Masih adanya ketidakpastian membuat para pelaku pasar masih nyaman memegang dolar AS.
Dari dalam negeri, rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan tarif daya listrik (TDL) masih akan membayangi penguatan rupiah. Naiknya harga BBM dan TDL akan mendorong lonjakan harga. Dampaknya akan memicu tingginya inflasi.
Secara teori, kata Yohanes, inflasi tinggi dan tidak disertai dengan kenaikan suku bunga membuat investasi dalam mata uang rupiah menjadi kurang menarik bagi investor asing. "Karena imbal hasil riilnya akan menurun tergerus oleh kenaikan inflasi."
Sebagian mata uang Asia sore ini melemah. Won Korea Selatan melemah 0,19 persen menjadi 1.124,8 per dolar AS, ringgit Malaysia turun 0,2 persen ke posisi 3,0293, serta yuan Cina juga terdepresiasi 0,03 persen menjadi 6,31.
Sedangkan dolar Singapura berhasil menguat 0,35 persen ke 1,2597, peso Filipina terapresiasi 0,28 persen menjadi 42,9175, dan baht Thailand juga menguat 0,16 persen ke 30,77 per dolar AS.
VIVA B. KUSNANDAR