TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Thomas Darmawan berharap menunda kenaikan tarif dasar listrik. Pasalnya, kenaikan tarif listrik membuat industri pengolahan ikan kerepotan.
Kalau biaya listrik naik, pengusaha harus melakukan pengaturan ulang terhadap waktu produksi. Selama ini mereka menggunakan tungku penampungan uap atau boiler 3x8 jam diselingi waktu berhenti. Ternyata cara penggunaan seperti ini menambah biaya pemakaian.
Untuk penghematan dapat menggunakan boiler selama 24 jam berturut-turut ketimbang menggunakan 3x8 jam diselingi waktu berhenti. Namun konsekuensinya, pengusaha perlu memutar otak untuk memikirkan cara agar tenaga kerja bisa memenuhi tuntutan penghematan ini.
Selain itu, listrik pun sangat dibutuhkan untuk gudang pendingin atau cold storage. Ikan-ikan hasil tangkapan yang akan diolah harus didinginkan. Pendinginan tersebut membutuhkan banyak es batu. Sedangkan 80 persen dari biaya pembuatan es batu adalah listrik (energi).
Jika tarif listrik naik 25 persen, maka dari 80 persen itu akan naik 25 persen biayanya. “Jadi, kalau bisa, listrik jangan naik dululah,” kata Thomas. Ia meminta kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak berbarengan dengan kenaikan tarif dasar listrik.
Mengantisipasi harga minyak dunia yang terus melambung, April mendatang, pemerintah berencana menaikkan harga BBM untuk mengurangi beban subsidi di anggaran pendapatan dan belanja negara. Hampir berbarengan dengan kenaikan BBM, tarif listrik juga akan dinaikkan pada Mei ini.
GADI MAKITAN