TEMPO.CO, Jakarta - Utusan Khusus Presiden untuk Penanggulangan Kemiskinan, Harbrinderjit Singh Dillon, mengatakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan menaikkan jumlah orang miskin di Indonesia.
Meski tidak memiliki data pasti, dia memperkirakan jumlah kemiskinan bertambah 1,5 persen dari jumlah penduduk atau sebanyak 3,5 juta jiwa. Saat ini jumlah penduduk miskin mencapai 30,02 juta jiwa (12,49 persen).
“Mengutip data World Bank yang juga menyatakan bahwa kenaikan inflasi tidak akan sampai 1 persen, karena simpanan anggaran pemerintah juga cukup besar jika BBM naik,” kata H.S. Dillon ketika dihubungi Tempo, Rabu, 7 Maret 2012.
Menurut dia, antisipasi pemerintah mencegah lonjakan kemiskinan dengan pemberian kompensasi hanya bersifat sementara dan hanya mengurangi penderitaan tambahan masyarakat miskin dan rentan miskin.
"Hal yang paling mendasar adalah upaya pemerintah secara mendasar agar tidak ada lagi masyarakat miskin," ujar dia.
Dia menyarankan pemerintah belajar dari sistem negara tetangga, Malaysia. Di negara itu, ada undang-undang yang mengatur pedagang atau pengusaha. Di Malaysia, pengusaha dan pedagang tidak boleh mengambil keuntungan berlebihan. Harus keuntungan yang wajar.
Saran lainnya adalah pemerintah harus mulai memikirkan pembangunan di sektor yang banyak melibatkan masyarakat miskin, seperti sektor pertanian maupun perikanan. Usaha di perkotaan juga diminta tidak lagi berfokus pada sektor usaha kecil dan menengah, tapi ke usaha mikro.
“Pemerintah wajib mempersiapkan masyarakat miskin untuk bisa terlibat dalam usaha investasi besar, terutama mendukung program MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia),” ujarnya.
Mengantisipasi harga minyak dunia yang terus melambung, April mendatang pemerintah berencana menaikkan harga BBM menjadi Rp 6.000 per liter. Langkah itu diambil untuk mengurangi beban subsidi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2012. Pemerintah mengusulkan kenaikan BBM berbarengan dengan kenaikan tarif dasar listrik.
ROSALINA