TEMPO.CO, Jakarta -Kelompok Kerja Monitoring Moratorium Satuan Tugas Kelembagaan REDD+ memproyeksikan permasalahan izin pengelolaan lahan hutan akan selesai tahun depan. "Kami yakin 2013 nanti, harmonisasi perizinan sudah terkoordinasi," kata Ketua Kelompok Kerja, Nirarta Samadhi, di sela Lokakarya Nasional Inpres 10/2011 di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis, 8 Maret 2012.
Pemerintah melakukan moratorium izin kelola hutan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut pada Mei 2011. Berdasarkan inpres ini, seluruh permohonan izin baru yang dikeluarkan Menteri Kehutanan, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan gubernur atau bupati, ditunda. Inpres ini berlaku selama dua tahun.
Menurut Nirarta, saat ini masih banyak kendala yang harus diselesaikan terkait dengan tata kelola hutan di Indonesia. Salah satunya adalah soal tumpang tindihnya perizinan penggunaan lahan hutan yang akan digunakan untuk bidang pertanian, perkebunan, dan pertambangan.
Masalah lain yang tak kalah penting, kata dia, perizinan ini berhubungan erat dengan pemetaan yang dimiliki oleh kementerian-kementerian terkait. Umumnya, setiap kementerian memiliki peta yang berbeda-beda berdasarkan kepentingan instansi masing-masing. Padahal, peta yang akurat basis datanya adalah citra satelit.
"Kegiatan pemetaan selama ini tidak terkoordinasi. Makanya soal ini kita serahkan ke Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal)," katanya.
Dengan peta yang sama inilah, katanya, pemerintah bisa membangun basis data perizinan yang benar. "Dengan satu basis data sehingga terlihat tumpang tindihnya seperti apa. Mana saja wilayah yang tidak boleh diterbitkan izin baru," katanya.
MUNAWWAROH