TEMPO.CO, Jakarta- Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar disebut-sebut sering meledek bawahannya, soal kecilnya dana atau anggaran proyek kementerian. Salah satu yang pernah disindir Muhaimin adalah bekas Direktur Jenderal Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Harry Heryawan Saleh.
"Dirjen sering diejek menteri, katanya enggak suka dana besar. Pak Harry ini memang enggak pernah suka dana besar," kata terdakwa kasus suap Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat 9 Maret 2012.
Nyoman, Sekretaris Direktur Jenderal pada Direktorat P2KT, menjelaskan, ketidaksukaan Harry mengarah pada kekurangmampuan yang bersangkutan dalam mendapatkan proyek berdana besar. "Bukan soal suka atau tidak suka, tapi soal kemampuan mendapatkan dana," ujarnya.
Muhaimin, menurut Nyoman, memang sering prihatin lantaran dana transmigrasi kecil. "Kami akhirnya didorong menggali sumber-sumber pendanaan dari berbagai sektor. Jadi saat ada kesempatan (proyek DPPID) proyek Rp 600 miliar, Pak Ali Mudhori mengarahkan kami pertemuan lebih lanjut."
Pertemuan akhirnya digelar pada medio 2011 di Kemenakertrans Kalibata, yang dihadiri pejabat eselon II, Ali Mudhori selaku staf asistensi Muhaimin, dan dua tangan kanan pihak Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Sindu Malik dan Iskandar Pasojo alias Acos.
Dalam pertemuan, Ali mengatakan proyek transmigrasi tersebut "tidak gratis". Kedua kubu akhirnya menyepakati akan ada fee sebesar sepuluh persen dari total nilai proyek, Senayan. Disepakatinya fee disesali Nyoman saat ini. "Mestinya sejak awal sebagai pejabat saling mengingatkan kalau ada yang melanggar aturan. Tapi saat itu tidak memperhatikan, yang penting dana masuk ke daerah," kata dia.
Nyoman mengaku setelah pertemuan itu sempat menggali informasi soal kebiasaan menyediakan fee untuk DPR jika pemerintah mendapat proyek. "Kata Bupati, sudah biasa kalau dengan DPR. Banyak Bupati yang sudah berhubungan dengan Acos, Sindu Malik, dan Ali Mudhori," ujarnya.
Nyoman terseret ke pengadilan setelah tertangkap petugas Komisi Pemberantasan Korupsi pada 25 Agustus 2012 di kantor Kemenakertrans Kalibata, Jakarta Selatan. Saat penangkapan, petugas KPK menemukan kardus durian berisi duit Rp 1,5 miliar.
Duit itu diduga diberikan oleh Kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua, Dharnawati, karena perusahaannya bisa mendapat proyek transmigrasi di empat kabupaten Papua, yakni Teluk Wondama, Keerom, Manokwari, dan Mimika.
ISMA SAVITRI | ANDI PERDANA