TEMPO.CO , Jakarta- Pejabat advokasi Bahrain Centre for Human Rights (BCHR), John Lubbock, mengatakan situasi di Bahrain kian memburuk. Setiap bulan dilalui tanpa ada rekonsiliasi atau reformasi. “Para pengunjuk rasa dan warga tak berdosa di rumah mereka terus diserang dan dibunuh,” ujar Lubbock dalam surat elektronik kepada Tempo.
Lembaga yang berbasis di London, Inggris, ini mencatat 65 orang terbunuh sejak aksi unjuk rasa menentang rezim Al Khalifa merebak di Bahrain pada 14 Februari 2011. Para aktivis ditangkapi dan ditahan, termasuk pendiri dan bekas Presiden BCHR Abdulhadi Alkhawaja serta para politikus oposisi seperti Hasan Mushaima (dari partai Syiah Al-Wefaq) dan Ebrahim Sharif (pemimpin Sunni dari partai oposisi liberal Waad). “Mereka masih berada di penjara tanpa tahu kapan jadwal persidangan,” ujarnya.
Dia mengatakan jadwal persidangan para dokter yang didakwa karena merawat para pengunjuk rasa dan memberikan rekaman kekerasan kepada stasiun televisi Al-Jazeera terus ditunda. Film dokumenter berjudul Berteriak di Dalam Kegelapan mendapat perhatian luas dari dunia internasional.
“Sepertinya tidak ada niat dari pemerintah untuk mencari solusi politik atas konflik di sana,” kata dia.
Protes terhadap pemerintah terus berlangsung setiap malam di desa-desa kaum Syiah, yang diawasi ketat oleh militer dengan membangun pos-pos pemeriksaan untuk mencegah para pengunjuk rasa berkumpul dalam jumlah besar. “Aksi unjuk rasa ini tidak akan berhenti sampai pemerintah direformasi.”
Menurut dia, aksi represif masih terjadi setiap hari di pos-pos pemeriksaan polisi. Dia mengatakan penduduk dilecehkan hanya karena dia Syiah. BCHR yakin konflik di Bahrain bukan isu sektarian melainkan politis. “Tapi dengan memisahkan komunitas Syiah dan Sunni dengan mendiskriminasi Syiah, pemerintah Bahrain mendorong sektarianisme,” ujarnya.
SAPTO YUNUS