TEMPO.CO. Kupang - Komandan Pangkalan Udara (Danlanud) El Tari Kupang, Nusa Tenggara Timur, Letkol Navigasi Joko Winarto menyatakan tanah yang menjadi lokasi Bandara El Tari Kupang sudah diserahkan kembali kepada negara. "Tanah itu bukan lagi milik kami,” kata Joko kepada Tempo, Jumat, 9 Maret 2012.
Joko tidak menyebutkan kapan tanah seluas 543 hektare itu diserahkan kepada negara. Pihak TNI Angkatan Udara hanya sebagai pengelola, meski tanah tersebut diatasnamakan TNI-AU berdasarkan sertifikat hak pakai yang saat ini dikantongi TNI-AU.
Ihwal klaim enam suku Timor yang bertempat tinggal di sekitar Bandara El Tari, yakni suku Banu, Lael, Sabaat, Tafoki, Takuba, dan suku Ome, terhadap tanah tersebut, Joko menegaskan kasusnya sudah dilaporkan kepada pemerintah pusat.
Menurut dia, enam suku Timor tersebut telah melakukan upaya hukum tinggi hingga Mahkamah Agung. Namun gugatannya ditolak. Karena itu, jika tetap tidak puas, Joko meminta agar keenam suku itu kembali menempuh jalur hukum.
Sementara itu, juru bicara enam suku, Daniel Neno, kepada Tempo tetap meminta agar tanah mereka dikembalikan karena dibutuhkan untuk kegiatan pertanian. Apalagi, menurut dia, tanah yang diserahkan untuk pembangunan Bandara El Tari hanya seluas 33 hektare. Sedangkan selebihnya masih tetap menjadi tanah ulayat. Namun, kenyataannya, tanah yang digunakan untuk membangun berbagai fasilitas Bandara El Tari serta Pangkalan Udara TNI-AU mencapai 100 hektare.
Daniel mengatakan lahan 100 hektare tersebut boleh saja tidak dikembalikan, namun harus dibicarakan penyelesaiannya, termasuk ganti rugi. "Kami hanya menuntut agar lahan 510 hektare yang saat ini masih kosong dikembalikan," ujarnya.
Menanggapi pernyataan Daniel, Joko mengatakan lahan seluas 543 hektare seluruhnya dimanfaatkan oleh TNI-AU. Adapun lahan yang masih kosong digunakan untuk melakukan latihan pertahanan negara.
YOHANES SEO