TEMPO.CO, Jayapura - Wakil Kepala Kepolisian Daerah Papua, Brigadir Jenderal Paulus Waterpauw, mengatakan hingga kini pihaknya masih melakukan penyelidikan kasus penembakan yang menewaskan anggota TNI dari Satgas Yonif 753 Nabire, Prada La Ode Alwi. "Kami belum bisa memastikan apakah aksi penembakan itu terkait dengan proses pemilukada di daerah itu atau ada motif lain,” ujarnya, Sabtu, 10 Maret 2012.
Paulus menjelaskan, dari sisi kronologi peristiwa, sejumlah kasus penembakan yang terjadi belakangan ini mirip, yakni korbannya tiba-tiba diserang kemudian ditembak dari jarak dekat dan senjata korban dirampas. Lokasi kejadian juga di sekitar Kota Mulia.
Paulus menduga pelakunya adalah orang-orang yang sudah menguasai wilayah tersebut. Setelah melakukan penembakan, pelaku langsung menghilang saat dikejar. Diyakini pelakunya masih berada tak jauh dari lokasi kejadian. ”Namun, karena mereka lebih menguasai wilayah, cukup sulit bagi aparat untuk menangkapnya,” ujarnya.
Selama pelakunya belum bisa ditangkap, kata Paulus, pihak kepolisian hanya bisa menyebut mereka sebagai orang tak dikenal (OTK). Karena itu, Paulus mengakui cukup berat bagi aparat kepolisian menelusuri pelakunya.
Polda Papua pun membentuk tim khusus. Selain memburu dan menangkap para pelaku, tim ini juga bertugas mengantisipasi proses pemilukada di daerah tersebut. Jumlah personel juga ditambah untuk menjalankan tugas yang disebut sebagai Operasi Praja Matoa.
Baca Juga:
Prada La Ode Alwi menjadi korban penembakan kelompok sipil bersenjata di Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, Papua, Kamis, 8 Maret 2012. Korban yang kemudian meninggal dunia itu menderita luka tembak di kepalanya.
Korban ditembak saat berjaga di depan Toko Cipta Jaya di Kota Lama Mulia sambil menenteng senjata jenis SS1. Korban ditembak empat kali, yakni di bagian pipi kiri, dagu kanan, hidung, dan kepala.
Ketika dilakukan pengejaran terhadap pelaku, justru dua warga sipil, Kemerina Murib dan Okira Tabuni, terkena tembakan aparat.
CUNDING LEVI