TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus suap Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) Dadong Irbarelawan dituntut hukuman penjara lima tahun dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan. Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 12 Maret 2012, jaksa penuntut umum menyatakan Dadong sebagai pejabat negara terbukti menerima hadiah dari proyek DPPID.
"Kami menilai terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum, M. Rum.
Hal yang memberatkan tuntutan, terdakwa melakukan perbuatan pidana saat negara sedang giat memberantas korupsi. Adapun hal yang meringankan, terdakwa sopan selama di persidangan dan masih memiliki tanggungan keluarga.
Dadong adalah Kepala Bagian Program, Evaluasi, dan Pelaporan Direktorat Jenderal Pembinaan, Pengembangan, dan Penyiapan Permukiman Transmigrasi. Ia tertangkap tangan oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi pada 25 Agustus 2011 di kantor Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kalibata, Jakarta Selatan, bersama atasannya, I Nyoman Suisnaya. Petugas KPK menemukan kardus durian berisi duit Rp 1,5 miliar. Uang itu merupakan komisi dari Kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua, Dharnawati, karena mendapat proyek infrastruktur di empat kabupaten di Papua, yaitu Keerom, Manokwari, Mimika, dan Teluk Wondama, senilai Rp 73 miliar.
Dalam materi tuntutannya jaksa menjelaskan pada 18 Agustus 2011 Nyoman meminta Dharnawati segera merealisasikan komisi sebesar Rp 7,3 miliar, atau sepuluh persen dari total nilai proyek. Komisi itu rencananya akan diserahkan kepada Fauzi, orang dekat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar. "Caranya terserah, yang penting uangnya ada," ujar Nyoman.
Hari itu Nana menemui Dadong di kantor Kementerian di Kalibata, Jakarta Selatan, untuk membicarakan teknis penyerahan komisi. Dalam pertemuan, Dharna menyerahkan buku tabungan dan kartu ATM sebagai bukti ia sudah melakukan "pindah buku" dengan posisi saldo akhir Rp 2,001 miliar. "Yang mana uang tersebut akan diberikan kepada Menakertrans Abdul Muhaimin Iskandar," ujar jaksa Ronal.
Pada 24 Agustus 2011, Dadong dan Nyoman menemui Direktur Jenderal Pembinaan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Jamaluddin Malik untuk melaporkan akan ada pencairan komisi sebesar Rp 1,5 miliar oleh Dharnawati. Jamaluddin kemudian menyarankan Nyoman dan Dadong agar uang itu diserahkan ke Fauzi. Besoknya Dharnawati mengabari Dadong bahwa duit tunai sudah siap. Dadong menghubungi Fauzi dan mengatakan duit untuk Muhaimin sudah bisa diambil.
Namun karena Fauzi tak kunjung tiba Dadong akhirnya menyimpan uang itu di brankas Bendahara Sekretaris Dirjen P2KT, Syafruddin. Belum sampai duit itu diterima Muhaimin, petugas KPK sudah melakukan tangkap tangan terhadap Nyoman dan Dadong. Atas tuntutan jaksa, Dadong menyatakan akan menyampaikan pleidoi atau pembelaan dalam sidang berikutnya. Ketua Majelis Hakim Herdi Agusten menunda sidang hingga Senin pekan depan, 19 Maret 2012. "Beliau hanya melaksanakan perintah Pak Nyoman. Beliau ada dalam posisi pasif," kata pengacara Nyoman, Unggul Cahyaka, usai sidang.
ISMA SAVITRI
Berita Terkait
Pendemo Minta KPK Tahan Muhaimin
Mangkir Lagi, Jaksa Jemput Paksa Ali Mudhori
“Saya Mau Kasih Malu Muhaimin”
Dadong Menyesal Telah Korupsi