TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi A. Tony Prasetiantono menilai rencana penyatuan waktu nasional tak masuk akal. Menuru dia, pemerintah, dalam hal ini Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, telah bias karena hanya melihat dampak positif penyatuan waktu terhadap aktivitas ekonomi.
"Saya setuju berdampak positif pada ekonomi. Kalau zona waktu sama, transaksi perbankan lebih diuntungkan. Transaksi hari ini, selesai hari ini. Tapi saya kok pesismis. Indonesia terlalu luas. Ada faktor geografis dan biologis yang harus diperhatikan," ujarnya. Faktor-faktor non-ekonomi tersebut, kata Tony, luput dari pandangan pemerintah.
Tony menilai rentang wilayah Indonesia terlalu luas. Rentangnya mirip Amerika Serikat. Amerika saja, kata dia, menyadari hal itu sehingga tetap menggunakan tiga zona. "Kita mau membuatnya jadi satu, ini tidak masuk akal. Bayangkan Aceh sama dengan Papua," ujarnya. Secara biologis, ia menjelaskan, orang umumnya "hidup" dari pukul 06.00 hingga 18.00. Jika disatukan, kata dia, itu akan mempengaruhi ritme kerja.
Tony mengusulkan, untuk mengurangi bias, ia lebih setuju jika Indonesia dibagi dalam dua zona waktu. "Jadi misalnya, Sumatera sampai Kalimantan Timur zona barat. Sulawesi-Jayapura zona Timur. "Beda sejam masih lebih masuk akal," ucapnya.
MARTHA THERTINA
Berita Terkait
Penyatuan Zona Waktu, Tidur Kamis, Bangun Sabtu
Instagram Versi Android Lebih Bagus Ketimbang iOS
Ada Dampak Penyatuan Tiga Zona Waktu
Dokter Gigi Dilibatkan Bongkar Isi Piramida Giza
Axis Modernisasi Jaringan Jabodetabek-Serang
Symantec Ungkap Tren Keamanan 2012