TEMPO.CO, Jakarta - Kalangan pengusaha meminta pemerintah mengawasi proses impor gula rafinasi secara ketat. Waktu impor gula mentah sekitar dua bulan itu yang sangat singkat itu tetap dinilai rawan mengingat potensi bocornya gula mentah ke pasar konsumsi masih besar.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur menyatakan, masa giling tebu petani dimulai pada Mei. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menggiling 240 ribu ton gula mentah hanya dua bulan.
Dia meminta, secara teknis pengawasan dilakukan dengan membuat kemasan berbeda untuk gula impor itu. “Supaya kalau beredar di pasar konsumen bisa tahu dan bisa membedakannya,” kata dia, Selasa, 13 Maret 2012.
Tidak hanya itu, dia meminta pemerintah merevisi kembali jumlah gula yang harus diimpor. Ini mengingat waktu menggiling yang hanya 2 bulan tidak akan cukup. Jika perusahaan melewati batas waktu penggilingan maka sudah melanggar aturan yang ada, sehingga manajemen pergulaan mulai dari produksi hingga distribusi menjadi tak teratur.
“Manajemen yang kacau ini diakibatkan pemerintah sendiri yang menabrak aturan yang ada. Biasanya pengusaha yang sering dianggap melabrak aturan untuk komoditi gula. Namun ini terbalik, kan aneh, ada kepentingan siapa dibalik ini?” ujarnya.
Natsir juga meminta pemerintah tidak memberikan izin kepada industri gula rafinasi untuk melakukan penggilingan gula mentah impor. Sebab, ada beberapa pabrik gula rafinasi yang berada di kawasan Indonesia Timur yang telah mendapat sanksi akibat melakukan perembesan gula rafinasi di pasar umum. Bentuk sanksi itu dengan pengurangan impor gula mentah.
“Jadi kalau pabrik gula rafinasi yang ada di Indonesia timur diberikan kesempatan untuk menggiling raw sugar impor, ibarat setelah diberikan sanksi lalu diberikan kembali pengampunan atau remisi untuk mengolah raw sugar impor ini,” ucap Natsir.
Kadin pun menilai izin impor gula mentah atau raw sugar yang direkomendasikan Dewan Gula Indonesia (DGI) sebanyak 240 ribu ton sarat kepentingan. Pemberian izin impor gula mentah kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) juga dikecam karena rekam jejak perusahaan yang meragukan.
“Pengalaman tahun-tahun sebelumnya perusahaan tersebut pernah diberikan izin impor gula konsumsi, tapi tidak direalisasikan dengan baik, apalagi kalau sekarang diberikan izin impor raw sugar,” kata Natsir Mansyur.
DGI sebelumnya memutuskan izin impor dan distribusi gula hanya diberikan kepada PT PPI. Ada beberapa alasan, pertama, dengan impor satu pintu akan meningkatkan posisi tawar.
Kedua, PTPN dan PT RNI saat ini sedangkan tidak beroperasi (menggiling tebu) karena masih tahap pemeliharaan mesin. BUMN gula tersebut baru mulai beroperasi sekitar Juni mendatang. Ketiga, Bulog yang tahun lalu mendapat tugas mengimpor gula kinerjanya tidak terlalu baik.
ROSALINA