TEMPO.CO, Jakarta- Badan Anggaran DPR dan pemerintah, yang pada Kamis lalu belum menemukan kata sepakat tentang besaran kenaikan harga BBM, menggelar rapat di gedung MPR/DPR, Sabtu, 24 Maret 2012. Ketua Badan Anggaran Melchias Marcus Mekeng menyatakan penundaan pada Kamis lalu terjadi akibat masih buntunya pembahasan harga BBM antara DPR dan pemerintah di gedung MPR/DPR pada Kamis lalu.
Dalam rapat tersebut interupsi terus bergulir. Sejumlah anggota DPR menolak presentasi pemerintah. Mereka menyatakan pemerintah tak siap memberi simulasi RAPBN-P bila harga BBM naik ketimbang jika harga BBM tetap.
Anggota Banggar dari Golkar, Satya Yudha, menyatakan besaran angka yang ada dalam presentasi pemerintah tidak menyebutkan rencana alokasi dana dengan detail. Menurut dia, kelemahan dalam paparan pemerintah adalah kompensasi Rp 30 triliun untuk masyarakat tidak spesifik. "Pendistribusian kompensasi, kasih ke rakyat. Bantuan langsung diserahkan kepada rakyat sangat miskin," kata dia.
Beberapa anggota Dewan juga menilai pemerintah tidak berani membuat simulasi perbandingan dengan banyak pilihan. Dalam presentasi pemerintah hanya membuat postur anggaran dengan perbandingan jika BBM naik Rp 1.500 dan tidak naik. Padahal DPR pernah menawarkan opsi kenaikan Rp 500 dan Rp 1.000.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan pemerintah tak menyampaikan opsi dengan tujuan agar pembahasan tak melebar. Menurut dia, dengan opsi kenaikan harga BBM sebesar Rp 1.500, defisit bisa hanya menjadi 2,23 persen terhadap pendapatan domestik bruto. “Jika naik, defisit sebesar 2,60 persen,” kata Agus.
M. ANDI PERDANA | GADI MAKITAN | SUNUDYANTORO