TEMPO.CO, Jakarta -Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo, adalah pesan bagi masyarakat agar lebih bijak menggunakan energi tak terbarukan itu. "Ada sebuah kondisi di dunia yang berbahaya," ujarnya pada wartawan, Ahad, 25 Maret 2012.
Ia menuturkan masyarakat harus tahu, harga BBM di Indonesia masih amat rendah karena dapat subsidi, sementara harga minyak di dunia terus melejit. "Di Indonesia, harga BBM subsidi Rp 4.500, yang tidak bersubsidi Rp 9.000, sementara di beberapa negara sudah mencapai Rp 12.000," ujarnya.
Bila harga BBM subsidi tidak naik, akan terjadi defisit lebih dari 3 persen, yang tidak sehat bagi anggaran negara. Sebab, toleransi defisit dalam anggaran hanya 3 persen. "Bila tak naik, defisit 2,6 persen, ditambah dari daerah 0,5 persen," ujarnya. Adapun kalau harga BBM disesuaikan menjadi Rp 6.000, defisit bisa ditekan hingga 2,23 persen.
Penyesuaian harga ini, disebut Agus, juga sebagai upaya realokasi subsidi kepada rakyat yang membutuhkan. Dengan naik sebesar Rp 1.500, anggaran subsidi dalam APBN-Pengubahan bisa ditekan menjadi Rp 137 triliun dari asumsi Rp 178 triliun. "Selisihnya bisa digunakan sebagai kompensasi bagi masyarakat yang berkategori berpenghasilan amat rendah," ujarnya.
Jadi meski di satu sisi terberatkan, ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Bambang Brojonegoro, masyarakat sangat miskin bisa menerima kompensasi atas kenaikan tersebut. Sementara masyarakat menengah ke atas akan membatasi dirinya dalam mengkonsumsi energi bersubsidi.
M. ANDI PERDANA