TEMPO.CO, Jakarta -Hendra, bukan nama sebenarnya, menerima notifikasi dari akun Facebook miliknya. Sebuah pesan masuk. Pengirimnya orang yang selama ini ia kagumi: Habib Hasan alias Hasan Hasan Assegaf. Pemimpin Majelis Taklim Nurul Musthofa ini diadukan oleh sejumlah muridnya dalam kasus pelecehan seksual.
Hendra, pemuda 17 tahun tersebut, ingat persis pesan itu terkirim ke Facebook-nya: pukul 23.00, 9 September 2010, saat itu bulan puasa. "Ia meminta nomor telepon saya," katanya kepada Tempo. Hendra kini duduk di bangku kelas tiga sebuah sekolah kejuruan di Jakarta Timur. Akun Facebook milik Hasan kini sudah tak aktif.
Perasaannya campur aduk antara senang dan gugup. Sejak beberapa bulan sebelumnya ia memang sering mengirim SMS ke telepon seluler Hasan, yang nomornya ia dapat dari teman-teman. Tapi SMS itu tak berbalas. Remaja berkulit cokelat dan rambut ikal itu sangat mengidolakan Hasan. "Kala itu saya menganggap kemuliaannya setara dengan seorang wali," katanya.
Karena sangat mengidolakan, di pengajian Nurul Musthofa yang rutin ia datangi, Hendra selalu berupaya bisa mencium jemari Hasan untuk mendapat berkah. Tapi keinginan tersebut selalu gagal karena lelaki yang diidolakannya itu senantiasa dikawal sejumlah pria berbadan tegap.
Pesan dari Facebook itu ia anggap kesempatan emas. Ia pun segera mengirim SMS kepada Hasan. Tring…, SMS itu mendapat balasan. Maka balas-berbalas pesan pendek pun terjadi. Awalnya pesan yang diterima Hendra masih seputar dakwah. Tapi, semakin lama, isi pesan yang dikirim Hasan mulai bernada aneh. "Dia bilang ada setan di tubuh saya yang mesti dikeluarkan," kata Hendra.
Hendra sempat sangsi dengan identitas si pengirim pesan. Ia merasa si pengirim bukan sosok "Habib Hasan" yang selama ini ada di benaknya. Namun ia mengaku saat itu tak berani mempertanyakan kepada si pengirim. Di akhir pesan, Hasan meminta Hendra datang ke rumahnya di Jalan R.M. Kahfi Gang Manggis, Ciganjur, Jakarta Selatan. "SMS itu berhenti ketika mulai terdengar azan subuh," katanya.
Dua hari kemudian Hendra memenuhi undangan Hasan. Saat itu sekitar pukul 22.00. Setelah dua jam menunggu, ia dipersilakan masuk ke kamar Hasan. Rumah di Ciganjur itu, yang dijuluki “Istana Assegaf”, sehari-hari digunakan Hasan untuk mengajar santrinya. Saat Hendra datang, rumah itu sudah sepi, hanya beberapa santri yang terlihat.
Menurut Hendra, ketika itu Hasan tengah rebahan di atas kasur. Ia memanggil dan menyuruh Hendra duduk di tepi kasur. Hasan kemudian bangkit dan merapatkan tangannya ke dada Hendra. Sejurus kemudian tangan itu bergeser cepat ke bawah, ke kemaluannya. Hendra tak berani berontak. Sekitar dua jam Hasan menggerayangi bagian bawah tubuh Hendra itu. "Ketika pulang, saya diberi Rp 100 ribu," katanya.
Berbeda dengan Fadli, Hendra mengaku mendapat perlakuan tak senonoh dari Hasan hanya sekali. Seperti Fadli, ia juga menutup rapat pengalaman pahitnya itu. Setelah peristiwa itu, Hasan juga masih kerap mengirim SMS saru kepada dirinya. Hendra baru berani menceritakan peristiwa itu setelah seorang temannya bercerita mengalami hal yang sama. "Itu setelah saya keluar dari Majelis Nurul Musthofa," katanya.
Hendra mengaku sebelumnya ia mengidolakan Majelis Nurul Musthofa. Apalagi banyak teman yang bergabung di majelis yang namanya bermakna "cahaya pilihan" itu. Nurul Musthofa menggelar pengajian rutin setiap malam Minggu dan malam Selasa.
Bagaimana lika-liku pesan saru si Pendakwah ini? Selengkapnya baca di Majalah Tempo.
MUSTAFA SILALAHI | NININ DAMAYANTI
Berita lain:
Pemeriksaan Hasan Belum Sampai ke Bukti Pencabulan
Polisi Kembali Periksa Pimpinan Nurul Musthofa
Polisi Periksa Habib Hasan Enam Jam
Sedang Dakwah, Habib H Urung Diperiksa
FPI Pernah Jadi Mediator Korban Pencabulan
Korban Habib H Menjalani Pemeriksaan Psikologis