TEMPO.CO, Jakarta - Kembali munculnya wacana Yogyakarta akan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia memunculkan pertanyaan apakah Yogya memang akan bertindak sejauh itu.
Pengamat politik asal Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, menyangsikan hal itu akan terjadi. Kalaupun ada potensi, kemungkinannya juga kecil. "Saya rasa tidak akan sampai sejauh itu," kata Ari, Senin, 26 Maret 2012.
Menurut Ari, wacana pemisahan diri itu muncul lagi tak lebih sebagai ekspresi ketidakpuasan rakyat Yogya atas kerja pemerintah yang tidak kunjung mengurus RUU Keistimewaan. Padahal, masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Yogyakarta tinggal tujuh bulan lagi alias berakhir Oktober 2012.
"Masyarakat merasa nasib mereka dibuat menggantung, tidak jelas akan bagaimana nantinya. Tapi saya sangsi akan sampai mendorong Yogya memisahkan diri," kata dia.
Ari mengatakan, skenario besar yang lebih mungkin terjadi dibanding upaya pemisahan diri adalah aksi civil disobedience atau pembangkangan politik. Masyarakat memutuskan untuk mogok kerja sehingga mengganggu jalannya pemerintahan.
Namun, ditambahkan oleh Ari, kalau masyarakat hendak melakukan pembangkangan, sebaiknya dilakukan seserius mungkin. Sebab, pembangkangan yang setengah hati tidak akan membawa dampak besar ataupun mendorong pemerintah segera mengurus status keistimewaan Yogya. "Jangan main-main soal civil disobedience. Itu alat yang bisa membuat proses pemerintahan terhambat," ujar Ari.
Ketika ditanyakan adakah hal yang akan mendorong pemerintah untuk mempertahankan Yogya, Ari mengatakan, "Unsur historis antara Yogya dengan berdirinya Indonesia."
Menurut Ari, Yogya, terlibat besar dalam pembentukan NKRI. Sebaliknya, NKRI secara de facto ditopang Yogya. Oleh karena itu, ia merasa optimistis pemerintah akan mengurus status keistimewaan Yogya.
Ahad lalu, 25 Maret 2012, ribuan warga Yogyakarta yang berpakaian adat meneriakkan wacana Yogya siap pisah dari NKRI. Hal itu diteriakkan ketika ribuan warga tersebut tengah mengikuti "Apel Siaga Rakyat Yogyakarta Pro-Penetapan" di Alun-alun Sewandanan Puro Pakualaman, Yogyakarta.
Menurut adik kandung Gubernur DIY Sultan HB X, GBPH Joyokusumo, ada keinginan dari rakyat untuk memisahkan diri apabila RUU Keistimewaan tak segara diurus. Ia merasa Yogya siap saja apabila memang akan memisahkan diri. “Dulu, sebelum ada republik ini, Yogyakarta kan juga berdiri sendiri,” kata Joyo. Ia mengatakan Yogya bisa hidup dari sektor pariwisata, pendidikan, dan pertambangan pasir besi.
ISTMAN MP
Berita terkait
Keraton Yogya Siap Berpisah Dengan Indonesia
Pasukan Berani Mati Dukung Sultan Yogya
Amien Rais Usul Referendum untuk Yogyakarta
Sultan Bingung dengan Usulan Baru Pemerintah
Sidang Rakyat Digelar, Malioboro Nyaris Lumpuh
Jalan Keluar bagi DIY?
Presiden SBY dan Pidato Yogyakarta
Pemakzulan Sultan