TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Coruption Watch (ICW) akan melaporkan pemerintah kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Pemeriksa Keuangan. Ini terkait ketidakwajaran perhitungan besaran subsidi untuk kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang diduga di-mark-up.
"Kalau disepakati, kami akan sampaikan ke KPK karena ada celah korupsi. Kami juga akan meminta BPK mengaudit," kata Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas di ruang Fraksi PDI Perjuangan gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis, 29 Maret 2012.
Firdaus yakin jika hasil temuan ICW tersebut valid. Menurut dia, perhitungan yang dilakukan ICW menggunakan sistem, nilai tukar, alpha, dan volume subsidi BBM yang sama dengan yang dilakukan pemerintah. "Sekitar 99 persen kami yakin data kami valid," katanya. "Pemerintah seperti menyembunyikan sesuatu," kata Firdaus menambahkan.
Berdasarkan hitungan ICW, jika harga premiun dan solar tidak naik (Rp 4.500/liter), total beban subsidi BBM dan LPG hanya sebesar Rp 148,034 triliun. Di sisi lain, pemerintah menyatakan mencapai Rp 178 triliun.
Sementara jika harga premium dan solar dinaikan (Rp 600/liter), total beban subsidi BBM dan LPG hanya Rp 68,104 triliun. Adapun pemerintah menyebutkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan 2012, beban subsidi BBM dan LPG menjadi Rp 133,118 triliun.
Anggota Badan Anggaran dari Fraksi PDI Perjuangan Jacob Theodorus Koekeritz mengaku akan lebih yakin dengan sikap partainya menolak kenaikan harga BBM dengan adanya temuan ICW. "Ini menjadi tambahan peluru bagi kami. Sikap PDIP akan tetap menolak kenaikan BBM," katanya.
Anggota Banggar dari Fraksi Partai Demokrat I Gede Pasek Suardika tidak mau banyak berkomentar terkait masalah itu. Namun dia mempersilakan ICW untuk membuktikan temuannya tersebut. "Bagaimana mau mark-up, disahkan saja belum. Silakan buktikan," katanya.
ANGGA SUKMA WIJAYA