TEMPO.CO, Jakarta - Menjelang keputusan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, pedagang mulai menaikkan harga jualannya. Sejak Maret, harga gula naik menjadi Rp 10.500 atau jauh melampaui harga patokan petani.
Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) memperkirakan harga gula bisa mencapai Rp 11 ribu hingga Rp 11.500 per kilogram jika kenaikan harga BBM sudah diputuskan.
Ketua Apegti Natsir Mansyur menyatakan kenaikan harga gula itu disebabkan beberapa hal, di antaranya tingginya harga patokan petani (HPP) gula yang ditetapkan dan rencana kenaikan harga BBM yang mendongkrak biaya distribusi. "HPP gula saja sudah sekitar Rp 8.000 lebih per kilogram. Ini didukung faktor psikologis juga," kata Natsir, Jumat, 30 Maret 2012.
Selain itu, kenaikan harga gula patut diwaspadai dari kemungkinan kurangnya produksi tahun ini. Musim giling tebu akan dimulai Mei mendatang. Bahkan, Natsir juga tidak yakin gula impor mampu menutupi kebutuhan gula tahun ini.
Alasannya, PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) yang diberikan tugas mengimpor 240 ribu ton gula mentah diperkirakan tak bisa merealisasikannya tepat waktu.
"Aturannya kan harus impor satu bulan sebelum musim giling Mei nanti, pengapalan saja butuh waktu satu sampai dua bulan. Apalagi gula mentah itu harus digiling lagi untuk jadi gula konsumsi. Sekarang saja sudah mau masuk April, tidak mungkin bisa," katanya.
Natsir mencontohkan, PT PPI pernah ditugasi impor gula kristal putih sebanyak 50 ribu ton, tetapi hanya terealisasi 5 ribu ton.
Karena itulah, harga gula diperkirakan terus naik sepanjang tahun ini apabila pemerintah tidak menjamin pasokan cukup. Hal lain yang perlu dikhawatirkan, kata dia, ongkos distribusi pasca-kenaikan BBM diyakini mempengaruhi harga gula hingga 5 persen.
ROSALINA