TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat perminyakan dan pertambangan Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto, memperkirakan pemerintah akan mengajukan Rancangan APBN-Perubahan yang kedua kali untuk merevisi anggaran dan kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Sebab, kuota bensin yang ditetapkan di anggaran 40 juta kiloliter diyakini tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun ini. Kedua, anggaran subsidi yang disetujui sebesar Rp 137 triliun diajukan dengan asumsi harga bensin dinaikkan.
Menurut Pri Agung, pemerintah tidak akan mampu menahan konsumsi tepat sesuai kuota. Apalagi disparitas harga bensin bersubsidi dengan non-subsidi semakin jauh. Saat ini, bensin non-subsidi seperti Pertamax dan Pertamax Plus telah melonjak menjadi masing-masing Rp 10.200 dan Rp 10.350 per liter. Bandingkan dengan premium dan solar bersubsidi yang cuma Rp 4.500 per liter.
“Kuota saat ini 40 juta kiloliter sangat tidak realistis. Tahun lalu saja realisasi konsumsi 41 juta kiloliter,” kata Pri di Jakarta, Selasa, 3 April 2012.
Revisi anggaran hingga dua kali pernah terjadi ketika harga BBM naik pada 2005 dan 2009. “Waktu itu dalam satu tahun terjadi dua kali pembahasan APBN Perubahan,” kata Pri Agung.
ROSALINA