TEMPO.CO, Jakarta - Jatuhnya harga saham di bursa domestik dan keluarnya investor asing untuk mengamankan posisinya setelah indeks berhasil menembus level 4.200 membuat rupiah gagal melanjutkan apresiasinya terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Pengamat pasar uang dari PT Harvest International Futures, Tonny Mariano, mengatakan jatuhnya harga saham dan menguatnya dolar AS terhadap mata uang global membebani rupiah.
Ditundanya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan rendahnya inflasi pada Maret kemarin tidak mampu membawa rupiah menguat lebih jauh. “Karena para pelaku pasar berekspektasi bahwa harga BBM akan naik sehingga memicu inlfasi,” ucapnya.
Di transaksi pasar uang hari ini, rupiah ditutup melemah tipis 8 poin (0,09 persen) ke level 9.140 per dolar AS. Melemahnya mata uang utama dunia terhadap dolar AS membuat mata uang regional, termasuk rupiah ikut terkena imbasnya.
Bank sentral AS (The Fed) yang tidak akan melakukan stimulus lanjutan direspons negatif di pasar finansial global. Bursa saham langsung berjatuhan dan mata uang yang berimbal hasil dan berisiko tinggi kembali melemah. Data ekonomi AS yang terus menunjukkan perbaikan menjadi alasan mengapa The Fed tidak melakukan stimulus. “Buat apa stimulus bila ekonomi sudah tumbuh,” tuturnya.
Indeks yang mengukur pergerakan dolar AS terhadap mata uang utama dunia sore ini pukul 17.33 WIB kembali naik 0,144 poin (0,18 persen) ke level 79,785. Mata uang tunggal Uni Eropa, euro melemah 0,51 persen menjadi US$ 1,3166, dan poundsterling terkoreksi 0,25 persen ke US$ 1,5874, sedangkan yen Jepang terapresiasi 0,76 persen ke level 82,18 per dolar AS.
Dolar Singapura sore ini melemah 0,31 persen, won Korea Selatan 0,43 persen, peso Filipina 0,33 persen, ringgit Malaysia turun 0,61 persen, serta bath Thailand juga terdepresiasi 0,39 persen terhadap dolar AS.
VIVA B. KUSNANDAR