TEMPO.CO, Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera mengklaim memiliki kontrak koalisi khusus dengan Ketua Sekretariat Gabungan Susilo Bambang Yudhoyono. Kontrak ini, kata anggota Majelis Syuro PKS Cahyadi Takariawan, menjadi penentu hubungan partai berlambang bulan sabit padi ini dengan pemerintahan SBY-Boediono.
"Kami punya kontrak bilateral yang tentu saja tidak sama dengan partai koalisi lain," ujar Cahyadi saat dihubungi, Jumat, 6 April 2012.
Kontrak koalisi yang dibangun PKS sejak awal pemerintahan SBY itu soal etika partai pendukung. Menurut Cahyadi, sejauh ini tak ada etika koalisi yang tidak diindahkan partainya. Hanya, dia tidak mau mengungkap isi kontrak koalisi bilateral itu. "Logikanya tidak etis kalau disampaikan karena ini perjanjian dua pihak," ujar Cahyadi.
Soal hubungan PKS yang tidak harmonis dengan anggota koalisi lain, Cahyadi melanjutkan, PKS tidak mempersoalkan. Termasuk mengenai desakan Setgab untuk mendepak dari koalisi. Selama pernyataan belum keluar langsung dari Ketua Setgab Susilo Bambang Yudhoyono, PKS tidak akan menghiraukan. Alasannya, kata Cahyadi, PKS hanya menjalin kontrak koalisi dengan SBY. "Kami memang kontrak dengan SBY dan tidak ada ikatan formal dengan partai lain."
Sesuai etika koalisi, PKS mengaku hubungan PKS dan Setgab hanya akan berakhir jika salah satu membatalkan perjanjian. Menurut Cahyadi, belum ada pembahasan di internal PKS untuk menemui SBY dan mengakhiri koalisi. "Kami tunggu saja dari SBY maunya seperti apa."
Kegerahan anggota Setgab pada PKS meningkat pasca-penolakan PKS terhadap penambahan Pasal 7 ayat 6a UU APBN-P 2012 yang memberi ruang pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak. Dalam Setgab, kuat dorongan agar PKS dikeluarkan dari koalisi pendukung pemerintah. PKS dinilai telah melanggar kontrak kesepakatan parpol koalisi yang ditandatangani oleh semua pimpinan parpol koalisi beserta Presiden SBY dan Wakil Presiden Boediono pada 23 Mei 2011 lalu.
Kemarin, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali di depan Istana Negara membocorkan kontrak koalisi yang selama ini tertutup itu. Kontrak kesepakatan itu terkait tata etika dan efektivitas pemerintahan SBY-Boediono. Salah satunya berisi keputusan yang ditetapkan oleh Presiden menyangkut kebijakan politik strategis dan posisi politik penting, setelah mempertimbangkan pandangan dan rekomendasi pimpinan partai koalisi pada rapat yang dipimpin oleh Ketua Setgab, wajib didukung dan diimplementasikan, baik di pemerintahan maupun melalui fraksi-fraksi di DPR.
Dalam hal menolak penambahan Pasal 7 ayat 6a ini, PKS dinilai telah melawan dan mengganggu kebijakan strategis pemerintah. Bahkan nyaris membatalkan rencana pemerintah menaikkan harga BBM yang ditujukan mengefektifkan beban subsidi dan menyelamatkan APBN.
IRA GUSLINA SUFA
Berita lain:
Istana: Koalisi Tak Ingin Ada Musuh dalam Selimut
Dalih PKS Bertahan di Koalisi
PKS: Banyak Pengincar Posisi Menteri
Menteri Salim: Ada Keinginan PKS Mundur dari Koalisi
SBY Belum Pastikan Reshuffle Kabinet
SBY Segera Umumkan Formasi Kontrak Koalisi Baru
Begini Isi Perjanjian SBY-Parpol Koalisi