TEMPO.CO , Jakarta:- Hakim asal Pengadilan Negeri Donggala Sulawesi Tengah, Waode Sangia, mengaku ia bersama para hakim lainnya dari berbagai wilayah di Indonesia menggunakan cuti untuk menyuarakan tuntutan mereka ke Jakarta. "Kami ambil cuti tahunan," ujar Waode kepada Tempo ketika ditemui di gedung DPR hari Selasa, 10 April 2012.
Waode mengatakan ia bersama rekan-rekannya mengambil cuti hingga lima hari. Waode yang mengenakan setelan blazer dan rok berwarna abu-abu tersebut berbincang dengan Tempo sembari memperhatikan daftar hadir para hakim dalam lembar kertas yang dibawanya.
Hakim berkulit putih dengan rambut sebahu itu mengatakan sekitar 30 orang hakim hadir dalam rapat dengar pendapat umum bersama dengan Komisi III DPR. Namun Waoda mengaku ada sekitar 50 orang hakim-hakim dari luar Jakarta yang ikut menyuarakan tuntutan mereka di Jakarta. Menurut Waode, kondisi hakim di Sulawesi Tengah secara umum serupa dengan para hakim di daerah lain dengan tuntutan yang sama.
Waode yang sebelumnya menjalani masa sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bulukumba, Sulawesi Selatan itu, mengaku setiap hari menangani sampai dengan sepuluh persidangan. Waode mengatakan dirinya bertugas di Bulukumba selama 3 tahun 9 bulan. Ia mengaku saat ini telah dua bulan bekerja sebagai hakim di Pengadilan Negeri Donggala, Sulawesi Tengah.
Selasa 10 April 2012 sekitar 30 orang hakim mendatangi Komisi III DPR untuk menyampailan tuntutan mereka. Ada lima poin yang menjadi tuntutan hakim-hakim dari seluruh wilayah Indonesia kepada Presiden, DPR, serta Komisi Yudisial.
Pertama, para hakim meminta agar hak-hak mereka yang belum dipenuhi agar segera direalisasikan. Selanjutnya, para hakim pun mendesak agar Presiden dan DPR mengadopsi draft mengenai hak-hak hakim, termasuk mengenai kesejahteraan.
Di samping itu, para hakim merekomendasikan Presiden dan DPR untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) yang khusus mengatur fasilitas hakim sebagai pejabat negara yudikatif. Fasilitas tersebut mencakup protokoler, gaji pokok, tunjangan, biaya dinas, pensiun, rumah jabatan milik negara, jaminan kesehatan, sarana transportasi, serta jaminan keamanan.
Saat ini para hakim tersebut mengaku pembayaran remunerasi masih sebesar 70 persen. Oleh karena itu mereka meminta agar pemerintah segera merealisasikan remunerasi 100 persen tiap bulan. Para hakim tersebut berharap pemerintah mengeluarkan langkah responsif terhadap tuntutan-tuntutan mereka secepatnya.
MARIA YUNIAR
Berita terkait
Gaji Minim, Hakim Abdurrahman Jualan Jilbab
Pemerintah Minta Hakim Tidak Mogok Kerja
Belasan Hakim Tuntut Kesejahteraan ke Jakarta
Gaji Minim, Hakim Bersidang 20 Kali Sehari
Ruhut Heran Baru Sekarang Hakim Protes Gaji Kecil
Ruhut Sebut Para Hakim Itu 'Telmi'