TEMPO.CO, Jakarta -Menjelang rapat paripurna perubahan APBN 2012 yang berlangsung 30 Maret lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku tak bisa tenang. Selama dua hari dia terus begadang memantau menit demi menit perkembangan pembahasan APBNP di DPR. Sebagai Ketua Sekretariat Gabungan (Setgab) SBY terus menjalin komunikasi dengan enam Ketua Umum partai koalisi. “Pesiden tidak patut atau sangat jarang turun tangan langsung, hands on, tetapi kemarin saya pimpin langsung,” ujar Yudhoyono di depan pengurus Dewan Pimpinan Pusat Ahad, 1 April 2012 lalu.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu, SBY pun menuturkan bagaimana dia melewati dua hari menentukan itu dengan diliputi perasaan tidak tenang. Keluh kesah orang nomor satu di Indonesia ini pun terekam dalam recorder berdurasi 41 menit 49 detik yang rekamanannya dimiliki Tempo.
Menurut SBY seperti terdengar dalam rekaman, dia memilih untuk turun mengkoordinasikan gerak partai koalisi karena kondisinya sudah dinilai berbahaya. Alasannya kalau sampai pemerintah tidak diberi ruang menyesuaikan harga minyak dalam Undang Undang APBNP 2012 maka ekonomi Indonesia bisa sangat terganggu. Kondisi ini kata SBY sangat ditunggu oleh orang-orang yang tidak menginginkan pemerintahan SBY-Boediono berlanjut. “Biarkan SBY yang dari Partai Demokrat dengan pemerintahan yang dipimpinnya tidak diberikan tool apapun, tidak diberi kewenangan Undang-Undang untuk melakukan apa-apa, dikunci di situ sehingga kita akan kolaps,” ujar dia.
Menutup peluang pemerintah menyesuaikan APBN kata Yudhoyono sama artinya tidak boleh menaikkan harga bahan bakar minyak selamanya. Akibtanya kalau tiba-tiba ada gejolak harga minyak yang luar biasa maka ekonomi Indonesia akan kolaps. “Jadi yang tidak setuju menaikkan BBM bukan untuk rakyat,” tutur dia. Dia mengatakan penolakan kenaikan BBM berarti menginginkan negara kolaps.
Perhatian yang besar terhadap kritisnya suasananya politik menjelang paripurna sudah dirasakan SBY sejak kembali ke tanah air dari lawatan ke Korea Selatan sejak 22-29 Maret. Sebelumnya, saat masih berada di Korea Yudhoyono mengaku terus melakukan lobi yang intensif dengan petinggi partai koalisi. Dalam komunikasi melalui sambungan telepon itu dia mengaku selalu mendapat laporan seolah-olah menuju paripurna tanggal 30 Maret koalisi akan kompak dan tidak akan terjadi apa-apa. “Tetapi sekali lagi naluri saya mengatakan it is not that easy, tidak semudah itu.”
Saat mendarat di Bandara Halim Perdana Kusuma pada, 29 Maret sore, SBY dan rombongan langsung disambut Wakil Presiden, Menteri Koordinator, sejumlah menteri, Panglima TNI, Kapolri, Kasad, Kasau, kasal. Saat itu, SBY pun masih dilaporkan bahwa keadaan masih normal dan terkendali. Namun dia mennyatakan mengetahui kondisi politik yang terjadi di Gedung DPR jelang paripurna. Akhirnya digelar rapat satu jam setengah. “Saya sampaikan ketidaktenangan saya tentang ini tentang itu, perbaiki ini perbaiki itu, tetapi tentu ada yang saya simpan.” SBY mengaku masih menyimpan kekhawatiran keputusan untuk memberi ruang pemerintah menyesuaikan hara BBM belum bulat di Setgab dan berpotensi ditolak paripurna.
Hingga malam hari pada 29 Maret itu, Yudhoyono risau melihat perkembangan dinamika politik yang terjadi di Senayan. “Saya makin tahu bahwa sebenarnya sebagian dari koalisi kita, tidak hanya satu partai, sebagian partai koalisi kita masih ada agenda-agenda tersembunyi lain,” ujar dia. Kondisi ini kata Yudhoyono memaksa dia melakukan komunikais intens dengan petinggi partai sehingga baru bisa tidur pada pukul 03.00 dinihari.
Esoknya, pada 30 Maret 2012, kembali dia mengaku dihadapkan pada realitas politik dalam koalisi. Hingga pagi hari belum ada kesepakatan yang bisa dipastikan oleh partai koalisi. “Disitulah banyak medan politik kita. Disitulah saya menguji kepribadian politisi kita, karakter dari para politisi kita.”
Untuk menggolkan keinginan pemerintah, pada 30 Maret itu SBY mengaku sibuk menelepon sana sini untuk memastikan situasi. Hingga tiga puluh menit sebelum paripurna dia kembali menghubungi seluruh petinggi partai. Sampai akhirnya keputusan paripurna diketuk. Pemerintah diperkenankan melakukan penyesuaian asumsi APBN jika harga minyak lima belas persen lebih rendah atau lebih tinggi dari ICP. Waktunya pun ditetapkan dalam enam bulan.
Pada 30 Maret itu, Yudhoyono mengaku kembali begadang hingga larut. Dia baru bisa tertidur pada pukul 03.00 dinihari di tanggal 31 Maret. “Yang saya ceritakan adalah lika-liku tanggal 30 mulai pagi, siang, sore dan malam hari.”
IRA GUSLINA SUFA
Berita lain:
Pidato SBY Bocor: Tolak Harga BBM Naik = Mau Jatuhkan Pemerintah
Kalla: Larang Orang Tua Jadi Presiden Langgar UUD
Gaji Minim, Hakim Abdurrahman Jualan Jilbab
NASA Temukan 'Gajah' di Mars
Ketika Dahlan ‘Salah Kamar’
Pendiri Instagram; Muda, Terberkati dan Kaya Raya
Denmark, Negeri Paling Bahagia di Dunia
Ruhut Sebut Para Hakim Itu "Telmi'