TEMPO.CO, Banyuwangi - Puluhan nelayan Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur, Kamis, 12 April 2012, memperingati Hari Nelayan dengan makan nasi aking. Kegiatan itu mereka lakukan sebagai bentuk keprihatinan atas nasib nelayan yang tak kunjung sejahtera.
Acara digelar di tempat pelelangan ikan di Pelabuhan Muncar, Desa Kedungrejo, Banyuwangi. Diawali doa istigosah meminta kepada Tuhan agar nasib nelayan bisa lebih baik.
Usai istigosah itulah acara makan nasi aking dilakukan. Nasi yang dimasak dari bahan nasi kering dan kerak serta ditambah parutan kelapa itu disantap bersama puluhan anak yatim yang ikut hadir dalam acara tersebut. Nasi aking juga dibagikan kepada para nelayan yang akan melaut saat acara akan ditutup.
Menurut salah seorang nelayan, Andi Samsu, 26 tahun, nasi aking menjadi menu sehari-hari yang diandalkan nelayan Muncar dikala paceklik seperti saat ini. Bahan untuk membuat nasi aking dibeli dengan harga Rp 2.000 per kilogram. "Kalaupun ada lauknya, ya, ikan asin," kata Andi kepada wartawan yang meliput acara tersebut.
Andi menjelaskan sudah empat tahun ini nelayan Muncar kerap dilanda paceklik ikan. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, nelayan terpaksa menjual perabot rumah tangga atau menggadaikan barang. "Banyak juga nelayan yang merantau ke luar Jawa," ujar Andi.
Nelayan lainnya, Umar Hasan Zein, mengatakan nasib nelayan dari tahun ke tahun semakin terpuruk karena tidak ada perhatian dari pemerintah. Jumlah tangkapan ikan juga semakin menurun akibat akutnya pencemaran lingkungan. "Tidak ada perhatiaan pemerintah untuk mengurangi pencemaran," ucapnya.
Di kawasan Pelabuhan Muncar yang terletak 40 kilometer dari Kota Banyuwangi terdapat 18.039 orang nelayan dengan 1.871 unit perahu yang dilengkapi berbagai alat tangkap. Tahun 2009 lalu nelayan di kawasan tersebut menghasilkan 32.783 ton ikan.
IKA NINGTYAS