TEMPO.CO, Jakarta - Fenomena kekerasan geng motor di Ibu Kota sebenarnya sudah lama terjadi. Menurut kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, aksi itu muncul karena sudah menjadi akumulasi. Aksi kekerasan kelompok ini muncul dari sejumlah fenomena.
"Awalnya dimulai dari yang nongkrong, berlanjut ke balapan liar, dan terakhir mulai konvoi serta mencari musuh," kata Adrianus kepada Tempo, Minggu, 15 April 2012.
Belakangan, makin marak kebrutalan geng motor. Dimulai pada Sabtu, 7 April 2012, saat sekelompok pemuda dikeroyok puluhan orang bersepeda motor di SPBU Shell di Sunter, Jakarta Utara. Lalu Minggu, 8 April 2012, empat pemuda yang sedang nongkrong di Jalan Benyamin Sueb, Kemayoran, Jakarta Pusat, menjadi sasaran gerombolan pengeroyok. Mereka menderita luka-luka dan harus dirawat di rumah sakit.
Pada Jumat dinihari, 13 April 2012, geng motor mengeroyok dua petugas keamanan di depan PT DOK Bayu Bahari, Tanjung Priok. Geng motor ini kemudian meneruskan kebrutalannya di beberapa tempat di Jakarta.
Beberapa saksi mata menyebutkan para pengendara sepeda motor yang mengenakan pita kuning itu memiliki ciri fisik berbadan tegap dan rambut cepak. Akibat aksi brutal mereka, dua orang dikabarkan meninggal.
Menurut Adrianus, polisi terlihat kewalahan menangani geng motor saat ini. Realitas ini, kata Adrianus, disebabkan kesalahan polisi sendiri. Ia menganggap polisi salah bekerja, yaitu secara reaktif. Padahal, untuk kasus geng motor, yang dibutuhkan adalah operasi yang proaktif ataupun preventif karena geng motor tidak muncul secara tiba-tiba.
Dengan situasi sekarang, di mana sejumlah geng motor sudah telanjur mengkristal di beberapa titik di wilayah Ibu Kota, menurut Adrianus, tak ada cara lain selain polisi harus kerja keras. Polisi harus berani bertindak tegas dan serempak, jangan ragu ragu dan cepat kalah.
Untuk geng motor yang masih di tingkat benih, anak-anak yang suka nongkrong di pinggir jalan, Adrianus menyarankan polisi mengerahkan pembinaan masyarakat. "Binmas bisa digunakan untuk menekan potensi-potensi geng motor yang berbahaya."
Ketua Indonesia Police Watch Neta S. Pane mengatakan saat ini ada kecenderungan polisi membiarkan geng motor itu berkeliaran. Ini terlihat dari bertambahnya lokasi aksi geng motor. "Tahun 2009, di wilayah Polda Metro, ada 20 lokasi balapan liar. Kini, 2012, ada 80 lokasi. Terbanyak di Tangerang, 21 lokasi," kata Neta dalam keterangan tertulisnya, Minggu, 15 April 2012.
Setidaknya ada 80 lokasi yang berkembang. Dari puluhan lokasi itu, ada enam titik panas yang kerap digunakan geng motor untuk beraksi. Keenam titik panas itu yakni Warung Buncit, Rawapanjang Bekasi, Kemayoran, Klender, Asia Afrika, dan bundaran Pondok Indah.
Keenam titik tersebut menjadi langganan geng motor karena memiliki karakteristik jalan lurus yang panjang, memiliki tikungan tajam, variasi tanjakan-turunan, dan terkadang dipenuhi truk serta kontainer. Sebagai contoh, Warung Buncit dipilih karena memiliki variasi tikungan tajam, turunan, dan tanjakan. "Di lokasi itu, bursa taruhannya mengejutkan, yakni Rp 1 juta hingga Rp 5 juta. Sedangkan di pinggiran Jakarta antara Rp 100 ribu hingga Rp 1 juta. Jika memakai joki, pasar taruhan bisa mencapai Rp 5 juta sampai Rp 25 juta," kata Neta.
ADITYA BUDIMAN | ITSMAN
Berita terkait
Korban Geng Motor Dua Pekan Terakhir
Huru Hara Geng Motor Jakarta
Foke: Tak Semua Geng Motor Liar
Polisi Dinilai Kewalahan Atasi Geng Motor
Keluarga Tersangka Geng Motor Khawatir Diserang
Kasus Geng Motor, Polda Dianggap Lamban
Kasus Geng Motor, Polisi - TNI Perluas Pengamanan
Waspadai 80 Titik Rawan Geng Motor di Jakarta
Tersangka Geng Motor Bantah Keroyok TNI AL
Ada Kesamaan Ciri dan Modus Pelaku Geng Motor
Polda: Tak Ada Geng Motor di Jakarta
Per Tahun, 60 Orang Tewas Gara-Gara Geng Motor