TEMPO.CO, Jakarta -Kematian kembali merenggut pemain di lapangan. Piermario Morosini, gelandang Livorno, tak terselamatkan setelah mengalami serangan jantung saat timnya menghadapi Pescara dalam pertandingan Seri B Liga Italia di Stadion Adriatico, Sabtu malam lalu.
Insiden itu terjadi pada menit ke-31, ketika Livorno unggul 2-0. Tiba-tiba Morosini terlihat berjalan gontai dan limbung. Pemain 25 tahun itu jatuh ke rumput. Tim medis segera berlari mencoba memberi bantuan di lapangan. Sempat dibawa ke rumah sakit, Morosini meninggal sebelum masuk ambulans.
Karena kasus tersebut, semua pertandingan Seri A dan Seri B akhir pekan ini pun dibatalkan. "Ini tragedi. Kamu tidak bisa meninggal di lapangan bola dengan usia semuda ini," kata Presiden Klub Pescara, Daniele Sebastiani.
Morosini bukan korban pertama yang meninggal setelah mengalami serangan jantung di lapangan. Sebelum pemain pinjaman dari Udinese itu, sudah ada sederet korban lain, termasuk Marc Vivien-Foe, pemain yang meninggal saat membela Kamerun pada Kolombia pada 2003. Ada juga Antonio Puerta, yang kolaps dan meninggal saat berlaga membela Sevilla pada 2007. Yang lebih anyar adalah Daniel Jarque, yang meninggal pada 2009, saat berlatih bersama klubnya, Espanyol.
Pada 17 Maret lalu, serangan jantung juga dialami Fabrice Muamba, saat timnya, Bolton, melawan Tottenham Hotspur. Muamba tiba-tiba terjatuh dan pingsan, bahkan jantungnya sempat berhenti berdetak. Tapi, berkat kesigapan tenaga medis di White Hart Lane, Muamba akhirnya selamat.
Dalam kasus Morosini, kesiapan tenaga medis justru menjadi pertanyaan. Setelah insiden itu, muncul kontroversi dan tudingan karena ada keterlambatan setidaknya enam menit sebelum ambulans masuk ke lapangan. Kabarnya, ada mobil polisi yang diparkir di depan pintu masuk darurat sehingga menghalangi ambulans untuk segera masuk.
Morosini lahir pada 5 Juli 1986 di Bergamo, Italia. Ia memulai karier di Atalanta. Pada 2005, pemain bernomor punggung 25 ini kemudian hijrah ke Udinese. Setahun kemudian, ia dipinjamkan ke Bologna dan Vicenza.
Jalan hidup Morosini penuh tragedi. Ibunya meninggal ketika ia baru berusia 15 tahun. Dua tahun kemudian, giliran ayahnya yang meninggal. Tak berapa lama saudara laki-lakinya tewas bunuh diri setelah melompat dari jendela. Keluarganya yang tersisa kini hanya kakak perempuannya.
“Dia pria yang kurang beruntung. Kehidupannya sungguh menyedihkan," kata Mino Favini, mantan pelatih di Atlanta junior. "Dia tumbuh di Atalanta. Saya melihatnya bermain ketika masih sangat muda. Yang paling saya ingat, dia selalu terburu-buru jika ingin membantu orang lain. Dia berhati emas."
Mantan rekan satu tim Morosini di Vicenza, Raffaele Schiavi, mengunggah foto Morosini yang sedang tersenyum di akun Twitter-nya. Schiavi, yang kini bermain untuk klub Padova, menulis, "Moro selalu tersenyum meski begitu banyak masalah di keluarganya. Dengan cara inilah aku akan selalu mengingatnya."
AP | Football-Italia | Guardian | A Rijal | Dwi Riyanto Agustiar