TEMPO.CO, Jakarta - Rencana kenaikan harga rumah susun sederhana hak milik (rusunami) hingga 40 persen diyakini tidak akan mengganggu penjualan rusunami. Meskipun demikian, ini akan semakin menjauhi sasaran pemerintah menyediakan rusunami untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
"Sekarang saja yang membeli rusunami itu masyarakat berpenghasilan menengah," kata Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia, Eddy Ganefo, Rabu, 18 April 2012.
Eddy mengatakan dengan harga maksimal rusunami Rp 144 juta yang mampu membeli adalah masyarakat dengan penghasilan Rp 5,5 juta per bulan. Eddy mengatakan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) lebih cocok dibantu untuk memiliki rumah tapak yang harganya lebih murah daripada rumah susun.
Dengan batasan penghasilan Rp 2,5 juta hingga Rp 4,5 juta per bulan, MBR umumnya mampu membeli rumah dengan harga maksimal Rp 100 juta. "Kalau mau diarahkan untuk menggunakan rumah susun, ya pemerintah yang mensubsidi sisanya," kata Eddy.
Ia menilai harga rumah susun tak perlu dibatasi, tetapi diserahkan saja kepada mekanisme pasar. Yang penting, pemerintah membantu mempermudah perizinan pembangunan rumah susun.
Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz sebelumnya mengatakan harga rusunami akan dinaikkan sekitar 40 persen menjadi Rp 5 juta per meter persegi hingga Rp 6 juta per meter persegi. Dengan ketentuan luas 21 meter persegi hingga 36 meter persegi, harga maksimal rusunami akan berkisar Rp 180 juta hingga Rp 216 juta.
Kenaikan harga ini masih menunggu revisi Peraturan Pemerintah No 31 tahun 2007 tentang barang kena pajak tertentu yang dibebaskan dari pajak pertambahan nilai.
BERNADETTE CHRISTINA