TEMPO.CO, Jakarta- Aktivis Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Hifdzil Alim mengatakan vonis atas terpidana Kasus Suap Wisma Atlet Muhammad Nazaruddin terkesan main-main. "Vonisnya terlalu ringan," katanya saat dihubungi Tempo pada Jumat, 20 April 2012.
Dalam persidangan di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kuningan, Jakarta Selatan Nazaruddin divonis 4 tahun 10 bulan dengan denda Rp 200 Juta. Majelis hakim menjerat Nazar dengan Pasal 11 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Menurut hakim dia terbukti memberikan sesuatu kepada penyelenggara negara.
Menurut Hifdzil terlepas dari pokok perkara yang disidangkan ada dua hal yang memberatkan Nazar. "Yang pertama Nazar sempat menyulitkan proses penyelidikan," katanya. Selama masa penyelidikan Nazar memang kabur ke luar negeri sehingga KPK pun kerepotan dalam melacak jejaknya. "Dia tidak kooperatif," kata Hifdzil.
Ia mengatakan hal kedua yang memberatkan adalah Nazar merugikan negara. "Uang hadiah yang mengalir ke Nazar adalah kompensasi atas proyek Wisma Atlet," katanya.
Sehingga, menurut Hifdzil, seharusnya Hakim juga meminta Nazar mengembalikan semua uang negara tersebut. "Saya belum bisa memahami cara berpikir majelis hakim yang tidak meminta Nazar mengembalikan uang negara," kata dia.
SYAILENDRA
Berita Terkait
Divonis Bersalah, Nazaruddin Mencak-mencak
Sukses' Nazaruddin
Nazaruddin Divonis 4 Tahun 10 Bulan Penjara
Nazar Rela Hartanya Disita KPK
Nazar Ingin Anaknya Pulang dan Bersekolah
Nazaruddin Siap Terima Vonis Hakim
Setumpuk Perkara Menunggu Nazaruddin
Vonis Nazar Tentukan Nasib Grup Permai?