TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi konservasi World Wide Fund (WWF) Indonesia mendesak pemerintah dan organisasi masyarakat memberi perhatian lebih dalam penyelamatan gajah borneo (Elephas maximus borneensis). Menyempitnya hutan yang menjadi wilayah jelajahnya membuat posisi gajah kerdil borneo tersebut terdesak. "Pembukaan hutan yang terus-menerus masih menjadi ancaman serius kelestarian gajah borneo," ujar Koordinator WWF-Indonesia di Kalimantan Timur, Wiwin Effendy, saat dihubungi, Ahad, 22 April 2012.
Menurut Wiwin, penelitian yang dilakukan WWF sejak 2007 hingga 2011 mengungkapkan populasi gajah borneo semakin menurun. Dalam hitungan WWF, populasi mereka berkisar 20-80 individu di wilayah utara Kalimantan Timur, yang berbatasan langsung dengan Sabah, Malaysia. Namun perambahan hutan untuk perkebunan kelapa sawit yang terus terjadi menyebabkan semakin berkurangnya habitat serta wilayah jelajah gajah borneo.
Terdesaknya gajah borneo membuat mereka sering berkonflik dengan manusia. Data WWF menunjukkan, sejak 2005 hingga 2007, tercatat sekitar 16 ribu tanaman sawit milik masyarakat dan perusahaan perkebunan dirusak gajah. Dari hasil pemantauan, tahun 2005 hingga 2009, terdapat sebelas desa yang rawan konflik gajah. Desa-desa tersebut berada di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur.
Sejauh ini, kata Wiwin, WWF sudah menggandeng pemerintah, perusahaan yang beroperasi di sekitar habitat gajah, masyarakat, dan lembaga masyarakat untuk menandatangani program utama penyelamatan gajah, Februari lalu. Ada empat poin penyelamatan yang disepakati, yakni penyelamatan populasi, penyelamatan habitat, mitigasi konflik, dan pembagian peran mitigasi dan penyelamatan. "Sekarang setiap elemen tinggal menjalankan peran dan tanggung jawab sesuai yang sudah disepakati saja,” katanya.
Staf Mitigasi Konflik Gajah WWF Indonesia di Nunukan, Agus Suyitno, dalam pesan elektroniknya, mengatakan berkurangnya wilayah jelajah gajah menjadi ancaman utama konflik manusia dan gajah. Untuk mengurangi risiko konflik ini, di Kecamatan Tulin Onsoi Kabupaten Nunukan, WWF Indonesia bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim dan Pemerintah Kabupaten Nunukan telah membentuk satuan tugas (satgas) mitigasi konfik gajah. Anggotanya masyarakat tempatan dari daerah yang rawan konflik. Tugas utama satgas adalah melakukan pencegahan dan penanggulangan konflik gajah.
Menurut Agus, WWF berharap, dukungan pemerintah dan swasta terhadap penyelamatan gajah tidak hanya sesaat. “Pemerintah dan semua pihak terkait diharapkan dapat mempertahankan hutan habitat gajah yang tersisa agar konflik tidak bertambah besar,” ujar Agus.
Direktur Program Kehutanan, Spesies, dan Air Tawar WWF-Indonesia, Anwar Purwoto, meminta perkebunan dan pertambangan swasta yang beroperasi di wilayah jelajah gajah borneo mengembangkan rencana pengelolaan konservasi gajah, yang terintegrasi dalam pengelolaan konsesi secara berkelanjutan. “Peran swasta dalam pengelolaan habitat satwa dilindungi, khususnya di areal konsesi yang dimilikinya, menjadi kunci keberhasilan perlindungan gajah borneo,” ujar Anwar.
Gajah borneo merupakan subspesies terpisah dari gajah sumatera dan daratan Asia lainnya. Hal ini telah dibuktikan melalui uji DNA pada tahun 2003. Karena ukuran tubuhnya yang relatif paling kecil di antara gajah lainnya, maka gajah ini dikenal dengan gajah kerdil borneo. Lembaga Konservasi Alam Internasional (IUCN) memasukkan satwa ini dalam daftar satwa terancam (endangered).
IRA GUSLINA SUFA