TEMPO.CO, Jakarta - Penguatan mata uang tunggal Uni Eropa, euro, ke level US$ 1,32, yang berimbas pada pelemahan dolar Amerika Serikat, membuat tekanan terhadap rupiah juga mengendur. Indeks dolar AS terhadap enam mata uang rival utamanya akhir pekan lalu turun 0,39 poin (0,49 persen) ke level 79,14.
Dana Moneter Internasional (IMF) akhir pekan lalu mengumumkan perolehan komitmen dana segar senilai US$ 430 miliar dari anggotanya untuk mendukung pasar finansial dan meredam krisis baru. Berita ini langsung disambut positif oleh para pelaku pasar, sehingga euro kembali bertengger di level US$ 1,32.
Data-data ekonomi AS yang akan keluar sepanjang pekan ini bakal mempengaruhi pergerakan dolar AS terhadap mata uang utama dunia. Data penjualan rumah baru, pernyataan bank sentral (The Fed), angka klaim pengangguran, serta data produk domestik bruto AS akan dirilis pekan ini.
Analis pasar uang dari PT Pacific 2000, Abidan Saragih, berucap, adanya rencana stimulus dari Eropa dan AS membuat para pelaku pasar kembali melepas dolar AS dan bursa saham Wall Street juga ditutup positif.
Abidan memprediksi rupiah pekan ini akan diperdagangkan di kisaran 9.150-9.250 per dolar AS. Kondisi akhir bulan, di mana permintaan dolar AS di pasar akan cenderung meningkat dan ekspektasi tingginya inflasi bulan ini, dapat menjadi ganjalan bagi rupiah.
“Meskipun dari faktor global sangat mendukung apresiasi rupiah, Standard & Poor’s, yang menunda Indonesia masuk level investment grade (layak investasi), dapat memberi sentimen negatif bagi rupiah,” ucapnya.
Akhir pekan lalu rupiah ditutup di level 9.184 per dolar AS atau melemah 6 poin (0,07 persen) dari hari sebelumnya. Dalam sepekan kemarin rupiah juga terdepresiasi tipis 7 poin (0,76 persen) dari posisi pekan sebelumnya di 9.177 per dolar AS.
PDAT | VIVA B. KUSNANDAR