TEMPO.CO, Kupang - Sedikitnya 7.000 dari 10 ribu penyandang cacat atau penyandang disabilitas di Nusa Tenggara Timur (NTT) belum mendapat akses pendidikan karena terbatasnya sekolah berkebutuhan khusus bagi penyandang cacat di daerah ini.
"Kami minta pemerintah menyiapkan kelas inklusif pada sekolah umum, sehingga para penyandang cacat dapat bersekolah," kata Ketua Forum Komunikasi Keluarga Anak dengan Kecacatan (FKKADK) NTT, Beny Jahang, saat membawakan materi pada seminar Penanganan Disabilitas di Kupang, Selasa 24 April 2012.
Terbatasnya sekolah berkebutuhan khusus di NTT menyebabkan diskriminasi bagi penyandang cacat dalam mengenyam pendidikan. Karena itu dia berharap penyandang cacat juga harus mendapat perlakuan yang sama dengan para siswa umum lainnya.
Di NTT, menurut dia, terdapat sekolah khusus, tapi jumlahnya sangat terbatas dan hanya berada di pusat-pusat kota. Padahal jumlah anak cacat yang tinggal di desa-desa cukup banyak. Akibatnya, baru sekitar 3.000 dari total 10 ribu penyandang cacat di NTT yang menikmati akses pendidikan.
"Orang tua pun kesulitan menyekolahkan anak karena tidak ada sekolah khusus yang dibangun untuk mengakomodasi para penyandang cacat," katanya.
Seminar ini bertujuan untuk menyusun rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas di NTT. Draf Perda ini sudah dibahas oleh sejumlah organisasi kecacatan di NTT. Hampir di seluruh wilayah NTT para penyandang cacat tidak mendapatkan aksesibilitas di semua bidang, seperti pendidikan dan kesempatan kerja.
"Kami berharap pengambil kebijakan di daerah ini memiliki rasa tanggung jawab dalam memberikan perlindungan dan penanganan penyandang disabilitas," katanya.
Kepala Dinas Sosial NTT, Piter Manuk, menyatakan mendukung pembahasan penetapan ranperda tentang perlindungan penyandang disabilitas menjadi sebuah Perda. Kendalanya adalah sejumlah perda yang telah ditetapkan tidak diikuti dengan implementasi. "Saya berharap perda tentang penyandang cacat dapat diterapkan dengan baik," katanya.
YOHANES SEO