TEMPO.CO, Jakarta - Memanasnya politik di Eropa seiring dengan berlangsungnya pemilihan umum di Prancis dan mundurnya kabinet Belanda membuat permintaan akan aset yang dianggap aman seperti yen dan dolar Amerika Serikat (AS) kembali meningkat. Imbasnya, mata uang regional, termasuk rupiah, cenderung melemah terhadap dolar AS.
Di transaksi pasar uang hari ini rupiah ditutup melemah 12 poin (0,13 persen) ke level 9.199 per dolar AS. Rupiah bahkan sempat melemah hingga ke 9.202 per dolar AS seiring dengan meningkatnya ketidakpastian di Eropa.
Pengamat pasar uang dari Bank Himpunan Saudara 1906, Rulli Nova, menjelaskan isu politik di Eropa yang sedikit memanas membuat dolar AS terapresiasi terhadap mata uang regional, tidak terkecuali rupiah.
Kalahnya calon presiden incumbent Prancis, Nicolas Sarkozy, dari partai oposisi pada pemilihan pertama menimbulkan kekhawatiran bahwa kesepakatan dukungan Prancis pada pemulihan Eropa memerlukan negosiasi ulang dengan pemimpin yang baru terpilih. “Ini yang membuat para pelaku pasar berusaha menghindar dari aset yang dianggap berisiko di pasar berkembang dan lebih memilih memegang dolar AS,” tutur dia.
Kekhawatiran terhadap pertumbuhan di Cina, memanasnya suhu politik di Eropa, serta data ekonomi AS yang agak mengecewakan membuat dolar AS cenderung menguat terhadap mata uang utama. Permintaan obligasi pemerintah AS (Treasury) juga terlihat meningkat seiring dengan banyaknya permintaan akan aset safe haven.
Adanya ketidakpastian di pasar finansial global dan tidak adanya sentimen positif dari faktor domestik membuat tekanan rupiah masih akan tetap tinggi. Alhasil, peluang rupiah untuk menguat lebih jauh agak berat. “Namun Bank Indonesia (BI) akan tetap menjaga rupiah membuat pelemahannya juga tidak terlalu dalam,” tuturnya.
VIVA B. KUSNANDAR