TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi Aviliani yakin strategi pembatasan bisa menekan laju konsumsi BBM bersubsidi. "Sampai akhir tahun (kuota) akan aman," ujarnya saat dihubungi Tempo, Selasa, 24 April 2012.
Pembatasan itu, akan menghemat penggunaan premium setidaknya enam juta kiloliter. Perhitungan diambil dengan asumsi pemerintah baru menerapkan kebijakan itu pada Juli 2012. "Kuota akan pas (sesuai APBN 2012), yakni 40 juta kilo liter, bahkan bisa kurang," ujarnya.
Jika optimal membatasi penggunaan BBM, Aviliani yakin pilihan itu akan lebih baik daripada menaikkan harga BBM. "Yang penting pemerintah harus bisa memigrasikan pengguna BBM bersubsidi ke non-subsidi," ujarnya. Sehingga lonjakan penggunaan BBM bersubsidi tak harus ditakutkan.
Namun kebijakan ini tak bisa dilakukan terburu-buru. Aciliani mengatakan paling siap pemerintah melaksanakannya dua bulan lagi. "Agar komponennya pelaksana kebijakan siap," ujarnya. Bila tergesa, kebijakan tak akan berjalan efektif.
Dengan hitungannya, dia menilai tak ada alasan bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM. "Asal pembatasan efektif, kuota aman kok," ujarnya. Mekanisme pembatasan sesuai kapasitas silinder mesin pun dirasa tepat. "Bahkan tak ada salahnya bila semua mobil pribadi tak menggunakan premium," dia menambahkan.
Kebijakan pembatasan juga dinilainya berongkos politik kecil dibanding dengan menaikkan harga BBM bersubsidi. "(Menaikkan harga) situasinya kurang baik, kebijakan yang tak disetujui banyak pihak, terutama masyarakat akan berongkos politik besar," ujarnya.
Simpulan itu dia ambil dari spekulasi kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir Maret lalu. Unjuk rasa menjalar di banyak tempat di Indonesia, tak jarang yang berakhir dengan kerusuhan.
"Pemerintah tak perlu membuat kebijakan tak populis hingga akhir tahun," ujarnya menegaskan penolakan kenaikan harga BBM bersubsidi.
M. ANDI PERDANA