TEMPO.CO, Jakarta-Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tak serius menanggapi laporan masyarakat soal kecurangan pelaksanaan Ujian Nasional tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). “Jika kementerian serius sedikit saja, pasti dapat bukti terjadinya kecurangan,” kata Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri di kantornya, Kamis 26 April 2012 siang.
Febri mengatakan posko yang dibentuk pemerintah untuk menampung laporan masyarakat terkait kecurangan pelaksanaan UN juga tidak dimanfaatkan dengan optimal. “Posko tidak begitu serius menanggapi laporan,” katanya. Menurut Febri ada masalah dalam cara kementerian menangani laporan kecurangan. “Posko bukan mengungkap kecurangan, tapi menutupi,” katanya sambil mencontohkan kasus peredaran kunci jawaban soal UN.
Menurut Febri, peredaran kunci jawaban tersebut sifatnya sudah masif serta terstruktur. ICW bahkan menguji coba salah satu kunci jawaban pelajaran Matematika yang beredar di siswa SMP di daerah Jakarta. Setelah dicocokkan dengan soal, kata Febri, sekitar 30-35 dari total 40 soal terjawab dengan benar.
Laporan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyebut peredaran kunci jawaban terjadi di berbagai tempat, antara lain Sumatera Utara, Jambi, Tangerang, Depok, dan Palembang. “Di Palembang dan Depok bahkan Kepala Sekolah yang memberi kunci jawaban,” kata Sekretaris Jendral FSGI Retno Listyarti di kantor ICW.
Di Depok, kata Retno, ada satu sekolah yang menjadi tuan rumah UN bagi beberapa SMP yang muridnya sedikit. FSGI mendapat laporan bahwa di sekolah tersebut siswa, pengawas, hingga kepala sekolah bekerja sama berbagi kunci jawaban ujian.
Hari pertama ketika waktu ujian hampir habis, ada panitia yang dilaporkan berkeliling kelas mengedarkan kunci jawaban. “Pengawasnya pura-pura tidak tahu dengan mengobrol di luar,” katanya. Hari kedua giliran kepala sekolah yang berkeliling mengedarkan kunci jawaban. Hari ketiga, sebelum siswa masuk kelas, semuanya diminta berbaris menyalami kepala sekolah. “Salamnya bukan salam biasa, tapi salam tempel sambil membagikan kunci jawaban,” katanya.
Retno mengatakan tanggapan kementerian atas temuan-temuan FSGI jarang positif. “Selalu ditanya, mana buktinya? Ada tidak orangnya yang melakukan?” katanya. Padahal, kata Retno, pelapor-pelapor kecurangan seharusnya dilindungi. “Kami tidak akan buka siapa pelapornya,” ujar dia. Retno balik mengkritik kementerian karena tidak menyiapkan sistem pelindung bagi whistleblower kecurangan UN.
Inspektur Jendral Kemendikbud mengatakan sekitar 292 aduan kecurangan dan kebocoran UN yang diterima kementerian, tak ada satupun yang terbukti benar. Tapi ia mengaku ia belum pernah mengujicoba kunci jawaban yang beredar di kalangan siswa sebelum ujian dilaksanakan. “Saya tidak pegang kunci jawaban. Tidak bisa kami tahu tingkat kebenarannya,” katanya.
ANANDA BADUDU