TEMPO.CO, Jakarta - Konsumsi domestik masih akan menyokong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2012. Meski begitu, Bank Indonesia mengingatkan proporsi investasi harus dijaga untuk menopang pertumbuhan ekonomi lebih kuat. Catatan Bank Indonesia, sebelum krisis Asia, konsumsi domestik di atas 30 persen. Pasca-krisis Asia sekitar 20 persen dan sekarang sudah kembali sekitar 33 persen.
"Ini yang harus dijaga, porsi investasi pada GDP (gross domestic product). Ini yang akan menopang pertumbuhan ekonomi lebih kuat dan lebih tinggi," ujar peneliti Utama Biro Riset Ekonomi Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Juda Agung, dalam Pelatihan Moneter di Bank Indonesia, Sabtu, 28 April 2012.
Juda mengakui sulit untuk mengatakan berapa persen idealnya proporsi konsumsi dan investasi terhadap GDP. Di Cina, proporsinya seimbang. Investasi terhadap GDP sekitar 50 persen dan proporsi konsumsi terhadap GDP di kisaran 40 persen. Di Amerika, yang adalah negara maju, proporsi konsumsi terhadap GDP juga tinggi. "Di negara berkembang, proporsi investasi terhadap GDP mestinya didorong untuk terus meningkat," ucap dia.
Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal berada di kisaran 6,3-6,7 persen pada 2012. Pada kuartal pertama 2012, pertumbuhan ekonomi diperkirakan 6,5 persen dan di kuartal kedua akan turun tipis ke 6,4 persen.
Pertumbuhan bakal disokong oleh konsumsi dalam negeri dan investasi. Bank Indonesia memperkirakan ekspor masih melemah akibat perlemahan global. BI memprediksi perekonomian dunia berada di level 3,3 persen pada 2012, tapi akan membaik pada 2013. Pada 2013, perekonomian nasional tumbuh di kisaran 6,4-6,8 persen dan perekonomian dunia 3,9 persen.
Juda menjelaskan konsumsi domestik tetap jadi penopang perekonomian dalam negeri lantaran tiga hal, yakni struktur demografi yang didominasi usia produktif sehingga lebih tahan pada pelemahan ekonomi, semakin terserapnya tenaga kerja ke sektor formal, dan meningkatnya kelas menengah yang mendorong konsumsi rumah tangga.
Juda menolak anggapan bahwa perekonomian Indonesia yang disokong konsumsi domestik tak terlalu kokoh lantaran konsumsi kelas menengah Indonesia didanai oleh kredit atau utang. Dibandingkan negara lain, debt to income ratio rumah tangga Indonesia tidak lebih dari 10 persen. Bank for International Settlement (BIS) mencatat 7 persen. Amerika hampir 100 persen. "Indonesia sangat rendah, jadi saya kira kalau kita katakan ketergantungan utang terhadap konsumsi dia, secara agregat tidak beralasan," ujarnya.
Bank Indonesia optimistis investasi cukup kuat pada 2012, baik dari sisi foreign direct investment (FDI) maupun portofolio. "Kami makin optimis terutama dari FDI," ujar Juda. Aliran terbesar FDI berada pada sektor industri pengolahan dan pertambangan.
Menurut data Badan Penanaman Modal, realisasi investasi pada triwulan 1 periode Januari hingga Maret 2012 tercatat sebesar Rp 71,2 triliun. Ini terdiri dari realisasi investasi penanaman modal dalam negeri sebesar Rp 19,7 triliun dan realisasi investasi penanaman modal asing sebesar Rp 51,5 triliun. Jumlah ini meningkat 32,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
MARTHA THERTINA