TEMPO.CO, Jakarta -- Mulyaharja, pengacara Nunun Nurbaetie, terdakwa suap cek pelawat pemilihan deputi gubernur Bank Indonesia 2004, menganggap penolakan jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap nota pembelaannya adalah subyektif.
"Karena tidak berdasarkan fakta persidangan," ucap dia seusai jaksa membacakan replik atau tanggapan atas pembelaan terdakwa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu 2 Mei 2012.
Mulya tetap mempertahankan nota pembelaannya dengan menyebut kesaksian Ari Malangjudo, mantan Direktur Utama PT Wahana Esa Sejati, perusahaan kliennya, berdiri sendiri. Ia pun membandingkan dengan kesaksian Ngatirin, office boy PT Wahana Esa Sembada, perusahaan Nunun lainnya.
Menurutnya tidak mungkin bila Ngatirin mengantarkan kardus berisi cek dari ruangan Nunun ke Ari Malangjudo pada 8 Juni 2004 pukul 11.05 WIB. Sebab cek masih berada di Bank Artha Graha pukul 11.30 WIB. "Ini membuktikan kesaksian Ari dan Ngatirin tidak sesuai," ucap dia.
Saksi Ngatirin, lanjut dia, juga tidak pernah bertemu dengan kliennya Nunun. Jadi tidak mungkin Ngatirin berani mengambil kardus tanpa persetujuan Nunun di ruangannya di PT Wahana Esa Sembada.
Saksi lainnya dari bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Hamka Yandhu, kata dia, juga membantah pernyataan Ari tentang pertemuan dengan Nunun. "Jadi bagaimana bisa disimpulkan begini," kata dia menekan suara.
Mulya juga menambahkan tentang duit Rp 1 miliar yang disebut jaksa bagian dari hasil pencairan cek pelawat. Ia menganggap permintaan jaksa kontradiktif karena menuding kliennya pemberi suap. "Di sisi lain penerima suap," ucap dia lagi.
Ia pun berharap agar majelis hakim tetap menerima nota pembelaannya. "Dan meminta agar klien kami dibebaskan," ucap dia.
Sudjatmiko, ketua majelis hakim, mengatakan bakal menggelar musyawarah dengan anggota majelis untuk memutuskan hasil persidangan, sehingga membutuhkan waktu. "Kami akan membacakan putusan Rabu (9 Mei)," ucap dia.
TRI SUHARMAN