TEMPO.CO , Jakarta: Kebijakan pembatasan penggunaan bahan bakar minyak bersubsidi dipastikan akan diputuskan pekan depan. Menurut Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, rencana keputusan tersebut sesuai dengan keinginan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Alternatif sudah disampaikan, ini (pekan depan) menyimpulkan dan mengambil keputusan," ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan kemarin.
Presiden akan menggelar sidang kabinet terbatas pada Selasa pekan depan. Menurut Gamawan, para menteri akan menyampaikan presentasi pembatasan penggunaan bahan bakar dalam sidang. Dari sekian opsi yang dibahas, nantinya akan mengerucut menjadi satu opsi yang akan ditetapkan. "Insya Allah, minggu depan.”
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan pengendalian dan pengetatan pengawasan bahan bakar bersubsidi harus dilakukan. "Kalau tidak dikendalikan, akan melampaui kuota yang ditetapkan, 40 juta kiloliter," ujarnya kemarin.
Saat ini beban subsidi yang ditanggung negara sangat berat. Apalagi kesempatan menaikkan harga bahan bakar bersubsidi masih sulit. Hal ini terjadi karena realisasi rata-rata harga minyak Indonesia masih di angka US$ 119. Harga tersebut masih jauh di atas 15 persen dari asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan US$ 105 per barel.
Menurut Hatta, subsidi bahan bakar sudah membengkak menjadi Rp 208 triliun. “Jumlah itu belum termasuk subsidi listrik.”
Kebijakan terkait dengan pembatasan yang akan dilakukan pemerintah, kata Hatta, pertama, semua kendaraan pemerintah, BUMN maupun BUMD, tidak boleh lagi menggunakan Premium. Setiap pejabat harus mampu mengelola penghematan bahan bakar kendaraan dinasnya secara mandiri.
Kedua, mengantisipasi peluang terjadinya kebocoran dan penyelewengan. "Ini dengan cara meningkatkan pengawasan," kata Hatta. Langkah pengawasan diserahkan kepada BPH Migas, yang bekerja sama dengan pemerintah daerah.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik meminta masyarakat bersabar menunggu kebijakan pasti tentang pembatasan penggunaan BBM bersubsidi. "Tunggu sidang kabinet dulu, kami perlu melapor, setelah itu baru diumumkan," ujarnya.
PT Pertamina (Persero) mencatat realisasi konsumsi BBM bersubsidi selama kuartal pertama tahun ini masih tinggi. Kelebihan kuota bahkan terjadi di beberapa daerah. Menurut juru bicara Pertamina, Mochamad Harun, realisasi penyaluran secara nasional dalam empat bulan ini telah mencapai 14,1 juta kiloliter. "Atau lewat 7,4 persen dari kuota pada periode berjalan yang ditetapkan 13,2 juta kiloliter," ujarnya.
Dari 33 provinsi, 23 provinsi dipastikan telah mengalami kelebihan kuota dengan rata-rata realisasi penyaluran di atas 7 persen. Bahkan, untuk beberapa daerah, konsumsi bisa melonjak hingga 13,2 persen di atas kuota, seperti di Sumatera Utara, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. "Jakarta dan Jawa Barat mengalami kelebihan penyaluran paling besar," kata Harun.
Lonjakan konsumsi paling besar terjadi di Jakarta sebesar 28 persen dan Jawa Barat sebanyak 16 persen dari kuota. Khusus untuk Premium, penyaluran di kedua wilayah ini masing-masing meningkat drastis sampai 136 persen dan 119 persen.
ALI NY | ARYANI KRISTANTI | GUSTIDHA BUDIARTIE