TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memperpanjang perjanjian jual-beli 7 persen saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara selama 3 bulan hingga Agustus mendatang. Perjanjian lama akan berakhir 6 Mei mendatang. Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Kiagus Ahmad Badarudin, mengatakan perpanjangan waktu dipilih tiga bulan dengan harapan sudah ada keputusan dari Mahkamah Konstitusi mengenai sengketa Newmont. “Harapan kami pemerintah diberikan persetujuan membeli,” katanya kepada Tempo, Rabu 2 Mei 2012.
Bila Mahkamah belum membuat keputusan, Badarudin menuturkan, pemerintah akan memperpanjang perjanjian jual-beli senilai US$ 246,8 juta tersebut. “Mudah-mudahan harganya tidak naik,” ujarnya.
Namun jika keputusan Mahkamah tidak membolehkan pemerintah membeli saham divestasi, Menteri Keuangan Agus Martowardojo belum menentukan langkah ke depannya. “Kami akan bicarakan dengan internal pemerintah,” katanya kepada Tempo.
Menteri Agus menilai jika Mahkamah menganulir rencana pembelian hal tersebut memangkas hak dan kewenangan yang melekat pada Menteri Keuangan sebagai bendahara umum negara. “Kami prihatin karena keberhasilan pembelian ini akan menjadi model untuk kontrak karya di Sulawesi dan Maluku,” katanya.
Polemik pembelian Newmont memasuki babak Sengketa Kewenangan Lembaga Negara di Mahkamah Konstitusi. Sidang akan digelar kembali dengan agenda mendengar saksi ahli dari pemerintah dan DPR dan BPK pada 8 Mei mendatang.
Sidang sebelumnya majelis hakim mendatangkan Gubernur Nusa Tenggara Barat Zainul Majdi. Gubernur yang juga politikus Demokrat tersebut menyampaikan keinginannya membeli 7 persen saham yang akan dibeli oleh pemerintah. Dalam sidang, pemerintah menghadirkan saksi ahli di antaranya Arifin Syarifuddin Natabaya, guru besar hukum dari Universitas Sriwijaya Palembang, dan Arifin Surya Atmadja, guru besar Fakultas Hukum dari Universitas Indonesia.
Natabaya menilai pemerintah memiliki hak untuk menyatakan pembelian saham Newmont. Pendapat Natabaya dikuatkan oleh Arifin. Guru besar bidang hukum keuangan itu mengatakan pembelian Newmont bukan kebijakan makro strategis. Pemerintah, lanjut dia, juga belum melakukan pembayaran terhadap pembelian ini. Menurut dia, BPK terkesan memaksakan auditnya. “Laporan hasil pemeriksaan terkesan dadakan dan terkesan mencari-cari alasan hukum,” katanya dalam sidang Mahkamah.
Wakil Ketua BPK, Hasan Bisri, optimistis Mahkamah membenarkan pendapat BPK yang menilai pemerintah harus mendapatkan persetujuan DPR dalam pembelian ini. Hasan menilai jika pendapat BPK dinilai salah dalam persidangan Mahkamah Konstitusi, dikhawatirkan banyak lembaga yang telah diaudit BPK akan menggugat balik. “Nanti kami melaporkan ke KPK digugat, pemda yang dinilai disclaimer menggugat, bubar saja semuanya," kata dia.
AKBAR TRI KURNIAWAN