TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan ekor hiu ditemukan mati mengenaskan di kawasan konservasi perairan Raja Ampat, Papua Barat. Tim patroli gabungan menyita barang bukti berupa puluhan sirip dan bangkai hiu yang diperkirakan bernilai Rp 1,5 miliar.
Sebanyak 33 nelayan yang membantai hiu-hiu tersebut sempat ditangkap oleh tim patroli gabungan. Namun, sayangnya para nelayan yang kerap melakukan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah konservasi perairan Raja Ampat itu melarikan diri.
"Penangkapan ikan secara ilegal di kawasan konservasi hiu Raja Ampat merupakan kejadian yang sangat kami sesalkan," kata Direktur Eksekutif Conservation International Indonesia, Ketut Sarjana Putra, dalam siaran pers yang diterima Tempo, Senin, 7 Mei 2012.
Menurut Ketut, tindakan ilegal para nelayan dapat merusak proses peremajaan hiu di kawasan konservasi. Pembantaian puluhan hiu juga merugikan masyarakat lokal karena mengurangi ketersediaan ikan hiu yang bernilai ekonomi tinggi bagi mereka.
Pembantaian puluhan hiu spesies whitetip shark ini diketahui pada hari Senin, 30 April 2012 saat tim patroli gabungan memergoki aktivitas ilegal kapal penangkap ikan di sekitar Pulau Sayang dan Pulau Piai yang ada di dalam Kawasan Konservasi Perairan Waigeo Barat, Kabupaten Raja Ampat.
Berdasarkan adat, kawasan ini dimiliki secara turun-temurun oleh suku Kawe. Sejak empat tahun lalu secara adat suku Kawe telah menyatakan area seluas 155 ribu hektare di Wayag dan Sayang tertutup untuk kegiatan penangkapan ikan.
Kawasan tertutup ini dipantau secara rutin selama 24 jam secara bergantian oleh anggota masyarakat adat Kawe. Penutupan dilakukan untuk membangun bank ikan bagi perairan sekitar yang merupakan sumber mata pencarian masyarakat untuk menangkap ikan.
Tokoh adat dan masyarakat Raja Ampat, Hengky Gaman, mengecam kejadian ini dan meminta pemerintah mengambil tindakan tegas. "Pemerintah harus memberikan hukuman berat kepada nelayan ilegal karena mereka telah mencuri di wilayah yang selama ini kami lindungi," ujar dia.
MAHARDIKA SATRIA HADI