TEMPO.CO, Jakarta - Meningkatnya kekhawatiran terhadap pelambatan ekonomi global serta mencuatnya kecemasan politik di Eropa membuat para pelaku pasar keluar dari aset-aset yang dianggap berisiko seperti bursa saham, komoditas, ataupun mata uang utama dunia. Imbasnya, dolar Amerika Serikat (AS) kembali digdaya karena diburu oleh para investor.
Pemilihan umum di Prancis yang memunculkan pemimpin baru dan penolakan kebijakan pengetatan di Yunani yang diekspektasikan akan menjadi batu sandungan bagi jalannya penyelamatan Eropa membuat mata uang tunggal kawasan, euro, terpuruk hingga di bawah level US$ 1,3, sehingga dolar AS kian perkasa terhadap mata uang rival utamanya.
Di pasar uang hari ini rupiah ditransaksikan kembali melemah 21 poin (0,22 persen) ke level 9.259 per dolar AS. Penutupan ini merupakan level terlemahnya rupiah sejak 9 Juni 2010. Di pasar Non Deliverable Forward (NDF) sore ini pukul 17:55 WIB, rupiah bahkan telah menyentuh level 9.273 per dolar AS.
Inflasi yang cenderung meningkat serta belum adanya kejelasan kebijakan pemerintah terhadap kebijakan bahan bakar minyak (BBM) membuat rupiah semakin terpuruk. Dengan melemahnya rupiah membuat anggaran subsidi pemerintah akan meningkat, sehingga makin membebani anggaran belanja pemerintah.
Pengamat pasar uang dari PT Monex Investindo Futures, Yohanes Ginting, mengungkapkan aksi risk aversion (menghindari risiko) yang dilakukan oleh investor membuat dolar AS diburu investor. “Mereka mencoba mengurangi potensi kerugian dengan mengalihkan investasinya di bursa saham, komoditas, serta mata uang lainnya ke dalam bentuk dolar membuat mata uang Abang Sam cenderung terapresiasi,” tutur dia.
Gejolak politik di kawasan Eropa menambah kekhawatiran terhadap proses pemulihan ekonomi dunia. Ditambah lagi jatuhnya harga emas yang cukup tajam menimbulkan kepanikan di pasar finansial. Setelah investasi dalam bentuk emas tidak aman, hanya tinggal dolar AS yang menjadi alternatif safe haven (tempat yang dianggap aman untuk memarkirkan dana) para investor.
Kuatnya tekanan dari faktor eksternal terhadap rupiah serta melambatnya ekonomi Indonesia di triwulan pertama tahun 2012 membuat para pelaku pasar pesimistis terhadap apresiasi rupiah. Namun Bank Indonesia (BI) yang tidak mau mata uangnya melemah terlalu tajam membuat rupiah juga sulit menembus level 9.300 per dolar AS.
Semua mata uang regional hari tertekan terhadap dolar AS. Dolar Singapura melemah 0,44 persen, won Korea Selatan 0,47 persen, peso Filipina 0,52 persen, ringgit Malaysia 0,59 persen, baht Tahiland juga melemah 0,32 persen terhadap dolar AS.
Jatuhnya euro ke US$ 1,2975 serta pound sterling ke US$ 1,622 membuat dolar AS kembali perkasa. Indeks dolar AS terhadap enam mata uang rival utamanya langsung menguat 0,246 poin (0,31 persen) ke level 80,095.
VIVA B. KUSNANDAR