TEMPO.CO, New York - Harga minyak mentah kembali turun dan menyentuh level terendahnya sepanjang tahun ini karena lemahnya data ekonomi Cina yang dirilis serta kekhawatiran akan turunnya permintaan global. Sebelumnya, harga minyak sempat menguat karena membaiknya sentimen konsumen Amerika Serikat (AS) dan berhasil melampaui perkiraan analis.
Harga minyak untuk kontrak bulan Juni (CLM2) kembali turun US$ 0,95 (0,98 persen) menjadi US$ 96,13 per barel di bursa komoditas New York (NYMEX). Harga komoditas berjangka minyak kembali turun mengakhiri perdagangan pekan ini, namun harga gas justru menguat dalam sepekan terakhir.
Dalam sepekan, harga minyak telah turun 2,4 persen. Harga minyak untuk kontrak bulan Juni sempat naik 0,3 persen di hari Kamis, namun telah turun untuk keenam kalinya pada perdagangan sebelumnya.
“Minyak mentah jenis West Texas Intermediate berhasil menguat dari batas bawahnya di US$ 95,” kata Richard Hastings, ahli strategi makro dari Global Hunter Securities. Harga minyak sempat menyentuh level terendahnya di US$ 95,61, tetapi juga berhasil mencapai level tertingginya di US$ 97,2 per barel.
Terapresiasinya dolar AS terhadap mata uang utama dunia mendorong kejatuhan harga komoditas karena denominasi transaksinya dalam mata uang dolar. Indeks ICE dollar, yang mengukur pergerakan dolar AS terhadap mata uang rival utamanya, kembali naik 0,12 persen ke level 80,259.
Indeks konsumen AS naik lebih tinggi dari perkiraan ke level 77,8 di bulan Mei ini dibandingkan bulan sebelumnya 76,4. Berita ini sempat mendorong harga minyak naik, namun tidak bertahan lama dan kembali melemah.
“Ada banyak faktor yang mendorong pelemahan harga minyak, yakni, tingginya persediaan AS, melambatnya pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa, turunya premi risiko seiring membaiknya kondisi terkait masalah Iran, serta meningkatnya konsistensi pasokan minyak,” ujar Tom Essaye, editor dalam laporan organisasi negara – negara pengekspor minyak (OPEC). Menteri Perminyakan Arab Saudi Ali Naimi juga terus berbicara tentang penurunan harga minyak di setiap konferensi pers yang dia lakukan.
Data harga konsumen AS gagal memberikan dukungan bagi kenaikan harga minyak. Investor menilai bahwa data yang menunjukkan loyonya ekonomi Cina, seperti hasil industri nasional yang hanya tumbuh 9,3 persen di bulan April lalu, lebih rendah dari perkiraan analis yang disurvei Dow Jones Newswire sebesar 12,2 persen, membuat permintaan minyak juga akan semakin melambat.
MARKETWATCH | VIVA B. KUSNANDAR