TEMPO.CO , Jakarta:-Matahari baru saja menyapa warga Jakarta. Gunung Srihartono, 43 tahun, duduk di pojok ruangan memandangi layar laptopnya. Pegawai bank yang berkantor di sekitar Sentra Senayan itu mengaku sedang menyelesaikan sebagian tugas kantornya. Pagi itu, di kafe Monolog, segelas kopi dan sepotong roti ia pesan untuk menemaninya.
Gunung tidak sendiri. Di sekitarnya tampak belasan pegawai yang tengah asyik menikmati sarapan. Sebagian di antara mereka datang bersama rekan-rekan kerjanya. Entah sekadar mengisi perut, melepas lelah sesaat, atau menyiapkan pekerjaan sebelum jam kantor berdentang. Pemandangan itulah yang saban hari terlihat di kafe tersebut.
Gunung tidak bermaksud mengabaikan kewajiban untuk menemani istri dan anaknya sarapan di rumah. Lalu lintas Jakarta yang serba semrawut acap kali memaksanya berangkat lebih awal dari rumah. Katanya, telat sedikit, selisih kedatangan di kantor bisa mencapai satu jam. "Lagi pula lebih ringkas jika sarapan di dekat kantor," ujar warga Pamulang, Banten, itu.
Peluang itulah yang ditangkap Evie Karsoho, direktur kafe tersebut. Kafe yang berdiri sejak pertengahan 2011 itu memang dihadirkan guna melayani kebutuhan sarapan bagi karyawan yang bekerja di sekitar Sentra Senayan. Konsepnya modern coffee shop. "Kami mulai melayani pengunjung sejak pukul 07.00 pagi, menjelang jam kantor dimulai," katanya.
Monolog terletak di lorong lahan parkir Plaza Senayan. Desain interiornya mengadopsi bentuk kafe-kafe di Eropa tahun 90-an. Sejumlah foto menghiasi dinding bangunan yang terekspos dengan pasangan bata. Di bawahnya terdapat dua buah mini bar yang semuanya bisa terlihat dari luar lantaran dinding bagian luar terbuat dari kaca.
Suasana kafe sengaja dibuat seperti itu agar bisa memanjakan pengunjung. Setiap orang yang nongkrong di kafe itu akan ditemani alunan musik jazz yang terdengar ringan. Mereka bisa memilih satu di antara 130 tempat duduk yang terbuat dari paduan sejumlah material, seperti sofa, kursi kayu, dan besi. Namun hanya sebagian kecil ruangan yang diperuntukkan bagi perokok.
Varian menu kafe terbilang cocok bagi mereka yang ingin sekadar menghangatkan perut di pagi hari. Berbagai jenis kopi, teh, atau jus umumnya menjadi pilihan. Para pengunjung juga bisa memesan kudapan ringan, seperti roti croissant. Untuk makanan yang agak berat, kafe itu menyediakan beef brisket, chicken confit, dan roti Salmon.
Menurut Evie, kafe Monolog menyasar segmen pasar kalangan profesional berusia di atas 25 tahun. Beberapa publik figur, seperti Indi Barens, VJ Daniel, dan Rianty Catwright, pernah nongkrong di kafe tersebut. Namun jam sibuk kafe yang ditutup setiap pukul 22.00 WIB itu rupanya lebih banyak dikunjungi pengunjung saat malam hari.
Karena konsep itulah, kafe Monolog mengusung tema All Day Breakfast: menu sarapan yang juga cocok dikonsumsi saat malam hari, entah untuk sekadar mengisi perut atau untuk hangout bersama teman-teman. Sebagian konsumen kafe itu juga berasal dari para konsumen yang baru saja berbelanja di Plaza Senayan.
Pemilik warung itu juga berusaha menangkap peluang pasar yang lain. Persis di muka kafe Monolog, mereka mendirikan sebuah restoran. Konsepnya, restoran bergaya Italia. Menu yang ditawarkan pun merupakan varian makanan tradisional khas negara tersebut, seperti pizza. "Jadi, mereka yang berkunjung dapat merasakan atmosfer yang sama ketika makan di Italia," kata Evie.
Berbeda dengan Monolog, restoran De Luca dibuka sekitar pukul 10.00 WIB. Di hari biasa, restoran tutup pada pukul 22.00 WIB, sedangkan di akhir pekan pukul 01.00-02.00 WIB. Monolog maupun De Luca merupakan satu di antara beberapa pilihan tempat makan bagi masyarakat urban. Cita rasa yang khas dan suasana yang santai akan Anda dapati di tempat tersebut.
RIKY FERDIANTO