TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah berencana memberikan kemudahan impor hortikultura dari negara yang terikat perjanjian dengan Indonesia. Alasannya, proses mendapatkan perjanjian melalui proses yang panjang dan diawasi ketat dari negara asal impor. Sehingga produk yang masuk ke Indonesia sudah dinyatakan aman.
Menurut Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian, Banun Harpini, atas rencana ini, maka Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 dan 16 Tahun 2012 tetap berlaku. Intinya, pemerintah tetap membatasi pintu masuk impor hortikultura, hanya melalui 3 pelabuhan dan satu bandar udara yaitu Pelabuhan Belawan (Medan), Tanjung Perak (Surabaya), Pelabuhan Makassar dan Bandar Udara Soekarno Hatta (Banten).
“Tanjung Priok tetap dihapus dari daftar pintu masuk impor hortikultura yang berlaku efektif pada 19 Juni mendatang,” kata Banun ketika dihubungi, Minggu, 13 Mei 2012. Dia membantah, kemudahan bagi negara pemilik Mutual Recognize Agreement (MRA) atau perjanjian pengakuan timbal balik ini sebagai desakan dari beberapa negara yang memprotes keras kebijakan pembatasan pintu masuk impor hortikultura.
Negara yang sudah memiliki MRA dengan Indonesia adalah Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru dan Kanada. Perjanjian itu untuk mempermudah kegiatan impor maupun ekspor tanpa melalui dua atau beberapa kali pengujian. MRA bertujuan memfasilitasi perdagangan dan mendorong aktivitas ekonomi antar berbagai pihak melalui pengakuan dalam hal satu standar, satu pengujian, dan satu sertifikasi.
Ketua Asosiasi Eksportir Sayur dan Buah Indonesia, Hasan Johnny Widjaja, menilai regulasi yang dibuat pemerintah terkait impor hortikultura tidak konsisten. Di satu sisi pemerintah memperketat impor dengan membatasi pintu masuk, tapi di sisi lain justru memudahkan negara lain yang sudah punya MRA. “Sebenarnya mempersulit proses tidak menyulitkan importir. Tidak ada pengaruhnya,” kata Hasan.
Lebih jauh, Hasan menjelaskan, selama ini produk hortikultura Indonesia sulit memasuki pasar ekspor di beberapa negara. Misalnya, hanya ada 3 komoditas buah Indonesia yang bisa diterima di Cina yakni salak, nanas, dan pisang. Bahkan produk hortikultura Indonesia belum ada yang bisa menembus Australia. “Bahkan ke Amerika juga belum ada sama sekali,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurut dia, seharusnya pemerintah memberlakukan hal yang sama kepada negara lain yang membuat regulasi sulit terhadap produk hortikultura Indonesia. Para eksportir pun sebetulnya bisa memenuhi aturan yang diterapkan di suatu negara terkait keamanan dan standar pangannya.
Terpisah, Menteri Pertanian Suswono memastikan bahwa meski ada kemudahan bagi negara yang sudah memiliki MRA, bukan berarti pemerintah tidak melepas begitu saja produk hortikultura impor yang masuk ke Indonesia. Untuk mengawasi, sewaktu-waktu pemerintah bisa mengecek dengan mengambil sampel untuk memastikan bahwa produk hortikultura tersebut aman.
ROSALINA | RR ARIYANI