TEMPO.CO, Sidoarjo - Tanggul lumpur Porong di titik 70 dan titik 71, Desa Ketapang, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, kian kritis akibat pendudukan warga di tanggul titik 25 (dekat semburan lumpur Porong) sejak 17 April lalu.
"Air sudah merembes di dinding kedua tanggul tersebut sejak dua hari terakhir. Kalau ini dibiarkan tanggul bisa jebol atau longsor," kata juru bicara Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Achmad Kusairi, Selasa, 15 Mei 2012.
Menurut dia, rembesan air yang menembus pori-pori tanggul ini akan merusak kekuatan tanggul, sehingga akan terjadi longsor. Adanya over topping, yaitu air lumpur yang mengalir deras dari puncak tanggul, juga mengancam tanggul saat ini.
Dua hari terakhir Sidoarjo kerap diguyur hujan deras. Menurut Kusairi, kondisi ini semakin menambah beban tanggul. Apalagi jika hujan terus terjadi dan BPLS tidak bisa mengalirkan air dan lumpur ke Sungai Porong.
Tanggul di titik 25 telah diduduki ratusan warga di dalam peta terdampak yang pembayaran ganti ruginya diatur Peraturan Presiden 14/2007. Mereka adalah warga Siring, Jatirejo, Kedungbendo, dan Renokenongo. Pendudukan ini membuat kegiatan BPLS untuk mengalirkan lumpur ke Sungai Porong terhenti karena BPLS dilarang mendekati tanggul tersebut. Saban hari semburan lumpur mengeluarkan volume kurang lebih 10-15 ribu meter kubik.
Baca Juga:
"Pendudukan di tanggul ini berdampak pada tanggul-tanggul di sisi barat. Kalau jebol, maka akan menutupi rel kereta api dan jalan raya. Hingga sekarang kami dilarang mendekat," ujarnya.
Ia mengatakan jarak permukaan air lumpur dengan permukaan tanggul saat ini hanya 115 sentimeter, padahal batas normalnya berjarak 200 sentimeter. Biasanya, kata dia, saat jaraknya kurang dari 200 sentimeter, BPLS segera melakukan peninggian dan penguatan tanggul untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Koordinator warga dari Perpres 14/2007, Choirul Huda, mengatakan tidak akan mengizinkan BPLS menguatkan atau meninggikan tanggul meski kondisi tanggul semakin kritis. "Saya minta maaf kalau kemudian merugikan masyarakat, tapi kami tidak pernah mendapatkan perhatian pemerintah kalau pemerintah tidak ditekan," ujarnya.
Warga, kata dia, akan mengakhiri pendudukan tanggul kalau pemerintah membantu atau memberikan dana talangan untuk kekurangan pembayaran ganti rugi atas tanah, rumah, dan aset warga yang terendam lumpur Porong. Adapun Minarak telah berkomitmen membayar sebesar Rp 400 miliar dari Rp 900 miliar kekurangan pembayaran. Sisanya sebesar, Rp 500 miliar, diharapkan warga ditalangi terlebih dahulu oleh pemerintah. "Kami akan mengakhiri kalau BPLS sudah merealisasi pertemuan antara korban dan dewan pengarah, Menteri Pekerjaan Umum," kata dia.
Juru bicara BPLS, Khusairi, mengatakan hingga saat ini belum ada agenda pertemuan antara warga dan dewan pengarah. "Saya memahami tindakan warga, tapi permintaan warga itu pun tidak mudah. Mereka silakan lakukan pendudukan, tapi biarkan kami tetap menguatkan dan meninggikan tanggul," ujar dia.
DINI MAWUNTYAS